Warga Kampung Cireundeu Peringati 13 Tahun Longsor TPA Leuwigajah

Dalam peringatan ini juga, beberapa prosesi dilaksanakan. Di antaranya, olah rasa, nyurasa (mengenali diri) dan ngajajap nu maot (mengenang yang telah meninggal).

Olah rasa dimaksudkan untuk melakukan perenungan sebagai manusia dikaitkan dengan tragedi longsor tersebut. Nyurasa dimaksudkan untuk mengenali ekaistensi diri sebagai manusia di tengah-tengah alam. Sedangkan ngajajap nu maot dimaksudkan untuk mengenang kembali yang telah menjadi korban pada tragedi tersebut.

Asep mengisahkan sebelum kejadian pada waktu itu, Ketua Adat Cireundeu atau yang sering disebut Abah Emen, telah memberitahu masyarakat sekitar akan kemungkinan terjadinya longsor di lokasi TPA Leuwi Gajah. Sebab, Emen melihat ada retakan-retakan tanah saat mengambil rerumputan untuk pakan ternak di atas bukit.

Setelah itu, warga Kampung Cilimus mengadakan rapat untuk membahas kemungkinan akan terjadinya longsor tersebut. Dan benar saja, tak lama dari itu terjadi longsor yang sangat dasyat.

Namun demikian, lanjutnya, kejadian tersebut menjadi pengingat bagi warga masyarakat dalam menjalani kehidupan selanjutnya, agar lebih memperhatikan bagaimana etika cara berhubungan dengan alam yang melingkari kehidupan manusia. ”Kajadian eta keur pangeling nu hirup (kejadian tersebut untuk mengingatkan yang masih hidup),” ujarnya.

Asep juga menceritakan, 13 tahun lalu atau tepatnya pada Minggu  20 Februari 2005 sebelum terjadi longsor, hujan mengguyur daerah tersebut selama dua hari secara terus menerus. Dan saat warga terlelap tidur dengan mimpinya masing masing, tiba tiba terdengar suara ledakan yang berasal dari tumpukan sampah yang tingginya mencapai 50-70 meter.

Dan tiba tiba suara gemuruh memecah keheningan malam. Ternyata gemuruh tersebut adalah longsoran sampah seluas 70 hektar yang akhirnya menipa pemukiman warga. Permukiman yang terkena longsoran sampah tersebut bahkan terseret hingga sekitar satu kilometer jauhnya.

Tak terasa 13 tahun sudah kejadian tersebut berlalu. Tepatnya, Senin 21 Februari 2005, puluhan rumah di Kampung Cilimus dan Kampung Aki Desa Batujajar Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung dan Kampung Pojok Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi tertimbun jutaan kubik sampah.

Peristiwa longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah yang terjadi sekitar pukul 01.00 dini hari tersebut sempat menggegerkan Indonesia bahkan penduduk dunia. Bencana longsor sampah tersebut membuka dan menyadarkan pemerintah akan pentingnya pengelolaan sampah agar tidak menjadi bumerang bagi masyarakat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan