Elda Melukis Tanpa Batas

Gerry tak sendiri pada penyelenggaraan kegiatan tersebut karena ditemani kawan lainnya yang tegabung dalam komunitas Teman Tanpabatas dan terdiri dari berbagai kampus seperti Universitas Parahyangan (Unpar) dan Institut Teknologi Nasional (Itenas) yang membantu dirinya menyukseskan kegiatan tersebut.

Dipaparkan Gerry, kawan-kawannya yang tergabung dalam komunitas Teman Tanpabatas dalam kegiatan tersebut bertugas sebagai pendambing kaum difabel untuk memberi dan memilihkan warna yang dibutuhkan untuk melukis. Namun, kaum disabilitas tetap diberi kebebasan, apakah ingin melukis sendiri ataupun diberi arahan para relawan.

Adanya kegiatan tersebut diharapkan Gerry bukan hanya sebatas memberi ruang bagi kaum difabel untuk menggambarkan apa yang dirasakan. Namun, bagi Gerry dirinya juga mampu mengartikan sebuah lukisan. Sebagai seorang awam terkadang dirinya mengalami kebingungan dalam mengartikan sebuah karya visual berupa lukisan untuk menilai bagus atau tidaknya lukisan tersebut. “Ini bagus atau jelek kita gak ngerti, tapi setelah dipelajarai ternyata lukisan itu lebih ke rasa,” ucapnya.

Sebagai Ketua Ikatan Alumni Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna, Suhendar menanggapi positif kegiatan tersebut. Sebab, kegiatan yang melibatkan sebanyak 20 orang warga binaan diharapkan mampu memberikan pemahaman terhadap masyarakat akan potensi yang dimiliki kaum difabel.

“Target kita sosialisasi termasuk memberikan pemahan terhadap masyarajat dan untuk hasilnya biarkan masyarakat yang menilai,” ujar Suhendar.

Dipaparkan Suhendar, bukan kali ini saja kegiatan seni yang melibatkan kaum difabel netra diadakan di Wyata Guna. Sebelumnya, ada juga beberapa kegiatan yang berkaitan dengan seni, yaitu bermain musik dan membuat benda dari anyaman. Menurutnya, kegiatan melukis adalah upaya memaksimalkan perasaan yang dituangkan melalui imajinasi agar terbentuk suatu gambar.

Dirinya tak begitu peduli dengan gambar yang dihasilkan karena yang terpenting adalah memberi edukasi kepada masyarakat yang kerap memberi stigma terhadap kaum netra yang dinilai tidak bisa apa-apa khususnya dibidang visual. Suhendar mengharapkan, kegiatan teesebut mampu menjawab stigma masyarakat karena kaum difabel pun mampu melakukan apa yang orang normal lakukan.

“Seni lukis adalah melakbrak paradigma tapi itu untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa kita mampu,” ujarnya. (mg1/ign)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan