Melawan Portugis dengan Pasukan Janda

Dari kalangan mahasiswa, Indonesia juga memiliki pahlawan nasional baru. Dia adalah Lafran Pane, sosok pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada Februari 1947 di Sekolah Tinggi Islam (kini Universitas Islam Indonesia) Jogjakarta.

Dari rahim organisasi tersebut lahir begitu banyak tokoh penting bagi Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan Lafran sebagai motor, HMI juga menolak gagasan negara Islam yang disampaikan Maridjan Kartosoewirjo, pendiri Darul Islam. ”Beliau orang yang bertanggung jawab, terutama dalam mendidik anak,” kenang Muhammad Iqbal Pane, putra kedua Lafran.

Dalam membesarkan anak, hanya dua hal yang diperhatikan Lafran, yakni pendidikan dan kesehatan. Dia rela mengeluarkan berapa pun biaya untuk memenuhi pendidikan anak-anaknya dan memastikan mereka tetap sehat. Konsekuensinya, kebutuhan di luar dua hal itu acap kali diabaikan. Contohnya rekreasi atau pakaian. ”Sering kalau malam tiba-tiba beliau sidak ke kamar, memastikan kami belajar dengan baik,” lanjutnya.

Lafran juga mampu memisahkan dengan baik urusan keluarga dan organisasi. Memang kadang dia mengajak anak-anaknya ke acara HMI. Tapi sebatas mengantar atau memperkenalkan kepada sejawatnya. Untuk agenda-agenda rapat atau seminar, buah hatinya tidak diikutsertakan.

Kekaguman terhadap sosok sang ayah yang wafat pada 25 Januari 1991 itulah yang mendorong anak-anaknya masuk ke HMI pula. ”Tapi, saya hanya sampai level komisariat di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,” ucap Iqbal.

Karena itulah, ketika Iqbal menerima sepuluh undangan untuk keluarga Lafran Pane, hanya dua yang dia ambil. ”Saya ini anak biologis. Yang delapan saya serahkan kepada anak-anak ideologis bapak,” tambahnya. Mereka adalah para aktivis senior HMI yang kini tergabung dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Mahfud MD menuturkan, gelar pahlawan Lafran Pane itu sejatinya bukan untuk dia, melainkan untuk bangsa Indonesia. ”Kalau beliau masih hidup, mungkin tidak akan mau,” ucapnya.

Manfaatnya bagi Indonesia, lanjut Mahfud, sejarah akan mencatat bahwa mahasiswa Islam sejak awal ikut berkontribusi membangun negara ini. Sekaligus mempertahankannya sesuai dengan jati diri yang berlandasan Pancasila.

Dari situ orang akan terus mencari tahu siapa Lafran Pane dan HMI. Selain itu, gelar tersebut menjadi pengingat bahwa bangsa Indonesia merdeka juga karena peran berbagai elemen. ”Tidak boleh ada yang saling mengkhianati,” tutur mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu. (*/c9/ttg/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan