Kasus KDRT di Jawa Barat Tinggi

jabarekspres.com, BANDUNG – Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan tak menampik jika tingginya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ada kaitannya dengan tidak seriusnya aparat penegak hukum dalam menangani kasus tersebut.

Selain itu sebut dia, banyaknya penegak hukum kurang berperspektif melindungi korban serta timpangnya relasi kuasa menjadi salah satu faktor penyebab angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Barat terus meningkat setiap tahunnya.

”Iya memang ada kaitannya, dan itu yang menjadi tantangan kita. Karena kekerasan terhadap perempuan dan anak itu terjadi di ranah personal dan biasanya tersangkanya merupakan kerabat dekat si korban,” tutur Netty Prasetiyani Heryawan di Bandung, kemarin (10/10).

Meski demikian sebut dia, jika dilihat dari sudut pandang sosiologi. Faktor utama yang mendasar adalah karena timpangnya relasi kuasa antara perempuan dan laki, ataupun antara yang superior dengan subordinat. ”Karena adanya ketimpangan kuasa tersebut maka muncullah kekerasan. Seperti dosen kepada mahasiswanya, orang tua kepada anaknya ataupun guru kepada muridnya, salah satunya,” jelasnya.

Dimana salah satu pihak merasa lebih berkuasa, lebih memiliki hak mengatur, mengarahkan dan disatu sisi pengendalian atau kurang. Maka yang terjadi adalah yang memiliki kuasa tersebut ditunjukkannya dalam bentuk kekerasan.

Perlunya Peningkatan Pemahaman

Adapun untuk meningkatkan pemahaman aparat penegak hukum baik polisi, penyidik, jaksa dan sebagainya yang belum begitu paham soal kekerasan hingga gender. Maka perlu ada upaya seperti masuknya kurikulum mengenai kekerasan ataupun gender masuk ke sekolah kepolisian dan instansi yang terkait.

”Sehingga akan meningkatkan perspektif aparat penegak hukum untuk selalu melindungi korban. Bukannya membuat jarak atau bahkan menjudgement hingga menyalahkan korban atas apa yang terjadi, dan ini yang sering terjadi pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ungkapnya.

Seperti peningkatan pemahaman mengenai anatomi kekerasan, apa yang harus dilakukan atau penanganan apa karena kasus ini berbeda, hingga upaya advokasi terbaik terhadap korban agar aparat penegak hukum lebih berpihak kepada korban.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan