Bisa Jadi Janda Sekaligus Duda    

Suatu saat saya diminta memberi sambutan atas nama umat Buddha. Di depan Presiden SBY. Yang belum jadi atasan saya. ”Sampeyan ini memang Buddh-Is,” celetuk menteri agama saat itu, Maftuh Basyuni. ”Singkatan Buddha Islam,” tambahnya, lantas tersenyum.

Merasa tidak ada jarak, curhat personal seperti berikut ini pun bisa terjadi. Yang awalnya membuat perasaan saya risi. Lalu saya sadari. Oh… iya. Agama kami tidak sama. Kultur kami berbeda. Ya sudah. Saya dengarkan saja. Dengan perasaan biasa. Inilah kisahnya:

”Untung lho Pak, ibu saya itu suka judi,” katanya penuh semangat. Wajahnya penuh rasa bahagia. Aneh, pikir saya. Ibunya suka judi kok untung. Ibunya itu sudah tua. Sudah 76 tahun. Janda. Sendirian.

”Kenapa beruntung?” tanya saya.

”Saya tidak perlu menemani ibu terus. Saya bisa kerja. Tiap hari saya tinggal memberi uang sekian juta. Ibu saya bisa sibuk sehari penuh. Bersenang-senang. Berjudi dengan teman-teman seusianya,” katanya.

Dia gembira. Sudah merasa bisa berbakti kepada ibunya. Membahagiakannya.

Lain lagi dengan isi curhat di saat politik panas seperti belakangan ini. Semua berkaitan dengan politik. Termasuk kuburan tadi. Dan hubungan antar-ras. Mereka memang mengidolakan Ahok. Ada yang sampai nangis-nangis saat Ahok kalah. Hanya Ahok-lah orang hebat itu. Seolah-olah.

 

Saya juga suka Ahok. Mata Najwa pernah menggelari kami bertiga sebagai cowboy-nya Indonesia: Ahok, Bu Susi, dan saya.

Media sosial memang luar biasa membakar emosi. Sampai tidak lagi peduli mana info yang benar. Atau yang ngawur. Atau yang sengaja dingawur-ngawurkan. Mereka cenderung percaya begitu saja. Kebetulan lagi cocok dengan emosinya. Tidak perlu pikir panjang.

Dikira gampang untuk tiba-tiba menjadi Syria. Atau membunuh orang kafir. Ini sangat menakutkan. Mengerikan. Saya sangat memahami. Saya bisa merasakan ketakutan mereka itu. Apalagi memang benar-benar terjadi sampai ada iringan anak-anak yang nyanyiannya, ”Bunuh, bunuh, bunuh si Ahok… Bunuh si Ahok sekarang juga” (lihat tulisan di JP edisi Minggu kemarin).

Padahal, menjadi Syria itu tidak gampang. Banyak sekali syaratnya. Dan untuk membunuh kafir, lebih banyak lagi rambunya. Syarat dan rambu itu sulit sekali dipenuhi di Indonesia. Tapi, medsos menggambarkannya berbeda. Seolah Indonesia akan jadi Syria besok pagi. Dan orang kafir dihabisi nanti malam.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan