Kredit Fiktif Bobol Tujuh Bank Rp 836 Miliar

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Praktik kejahatan perbankan kian culas. Kemarin (9/3) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim mengungkap kasus pembobolan tujuh bank senilai Rp 836 miliar dengan modus pengajuan kredit modal kerja (KMK) yang dilakukan Harry Suganda (HS), Direktur PT Rockit Aldeway. Tak tanggung-tanggung, ditemukan juga adanya dana senilai Rp 1,7 triliun yang sedang didalami asal muasalnya.

Direktur Dittipideksus Bareskrim Brigjen Agung Setya menuturkan, kejahatan bermula dari pengajuan kredit KMK dari perusahaan batu belah atau split stone PT Rockit Aldeway yang dipimpin HS pada 2016. Tersangka HS mengajukan KMK berdasar purchase order (PO) atau pesanan dari sepuluh perusahaan. ”KMK ini ditujukan untuk modal memenuhi pesanan,” ungkapnya.

Tidak hanya satu bank, HS mengajukan KMK pada tujuh bank badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta. Tujuh bank tersebut menyetujui pemberian kredit tersebut senilai Rp 836 miliar. Nilai yang fantastis itu terdiri dari Rp 398 miliar dari bank pemerintah dan Rp 438 miliar dari bank swasta.

”Dalam prosesnya, ternyata secara mendadak PT Rockit tidak memenuhi kewajibannya alias kredit macet. Bahkan, PT ini mengajukan pailit ke pengadilan. Anehnya, pengajuan pailit ini justru disetujui,” paparnya.

Kondisi itu membuat pihak bank merasa curiga dengan PT Rockit. Akhirnya, empat bank melapor ke Bareskrim beberapa waktu lalu. Setelah ditelusuri, ternyata ada indikasi kredit macet ini merupakan akal-akalan atau kejahatan yang dilakukan HS untuk mendapatkan uang dari bank. ”Sejak awal dirancang untuk membobol dana bank. Apalagi, HS ini diketahui merupakan mantan orang perbankan,” tuturnya.

Indikasi membobol uang bank dengan modus kredit macet ini terlihat dari sejumlah hal. Diantaranya, surat pesanan atau PO dari sepuluh perusahaan ternyata palsu. ”Sepuluh perusahaan yang diklarifikasi memastikan tidak memesan split stone. Bahkan, mereka menunjukkan adanya pemalsuan PO, terlihat dari kop surat dan nama pejabat perusahaan yang berbeda,” ungkapnya.

Lalu, ada juga agunan atau jaminan asetnya ternyata nilainya jauh dibawah nilai kredit. Agung mencontohkan, dari salah satu bank PT Rockit mendapatkan kredit Rp 250 miliar. Tapi, nilai aset yang dijaminkan ternyata hanya Rp 50 miliar. ”ada keanehan dalam penerimaan kredit ini, bagaimana bisa pengecekan persyaratan dilakukan dengan tidak sesuai prosedur,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan