Kredit Fiktif Bobol Tujuh Bank Rp 836 Miliar

Keanehan penerimaan kredit dengan persyaratan palsu, namun malah diterima kreditnya ini mengarahkan penyidik Bareskrim pada keterlibatan orang dalam bank. Setelah ditelusuri, ternyata benar ada keterlibatan orang dalam yang memuluskan proses pencairan kredit. Yakni, seorang manajer representatif salah satu bank swasta berinisial D. ”Manajer ini tidak melakukan pengecekan pengajuan kredit sesuai prosedur,” jelasnya.

Belakangan, ternyata diketahui tersangka berinisial D ini ternyata mendapatkan uang suap senilai Rp 700 juta untuk memudahkan pencairan uang kredit. PO palsu dan nilai aset jaminan sengaja tidak dicek agar kredit dengan nilai fantastis ini disetujui. ”Kami sudah tahan tersangka D ini,” paparnya.

Bareskrim juga sedang mendalami temuan lain, yakni adanya dana senilai Rp 1,7 triliun milik HS. Penyidik sedang mendalami asal muasal dari dana tersebut. Apakah itu merupakan hasil pembobolan bank atau lainnya. ”Belum bisa dipastikan apakah ini terkait kasus ini atau tidak,” tuturnya.

Pidana itu tidak berhenti di sana. Dalam proses pengajuan pailit ke pengadilan, juga terjadi kejanggalan. Kreditur atau pemberi pinjaman ternyata tidak hanya tujuh bank, namun ada 12 kreditur separatis dari Singapura yang secara mendadak muncul. ”Dia memiliki paper company yang seakan-akan PT Rockit memiliki kewajiban membayar Rp 1 triliun,” ungkapnya.

Kebenaran adanya 12 kreditur luar negeri ini sedang didalami. Pastinya, ada dugaan HS merancang paper company ini sebagai jalan keluar dari kewajiban membayar hutang dengan mengajukan pailit. ”Dia seakan-akan telah menyiapkan akses untuk menyelamatkan asetnya dengan mengajukan pailit,” jelasnya.

Agung memastikan, penyidik tidak hanya menerapkan pasal pemalsuan dan undang-undang perbankan dengan ancaman hukuman 15 tahun. Namun, juga menggunakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). ”Semua aset dari tersangka pembobolan bank ini sedang ditelisik. Harapannya, semua bisa disita untuk mengembalikan kerugian,” paparnya.

Dengan pembobolan uang bank bermodus kredit macet dan pengajuan pailit ini berpengaruh besar pada kondisi perbankan. Non performing loan (NPL) atau indikator penilaian kinerja bank menjadi menjadi memburuk. ”Kondisi perbankan pada 2016 itu sangat lesu,” tuturnya.

Informasi yang diterima Jawa Pos (Jabar Ekspres Group), ketujuh bank tersebut di antaranya, Mandiri, BNI, Muamalat, HSBC, Common Wealth, UOB dan QNB. Dikonfrimasi terkait ketujuh bank tersebut, Agung menyatakan bahwa nama ketujuh bank tersebut belum bisa disebutkan. ”Yang jelas, bank pemerintah dan swasta,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan