Kesiapan Keuangan Daerah Menyambut Kenaikan Gaji DPRD

bandungekspres.co.id – Presiden Joko Widodo setuju untuk menaikkan gaji pimpinan dan anggota DPRD melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Meski disetujui, kenaikan gaji tersebut amat bergantung kondisi anggaran setiap daerah.

DI tengah upaya pemerintah menghemat anggaran, permintaan yang kurang nalar justru diperagakan. Jika di tingkat pusat DPR meminta dana aspirasi, para legislator di daerah mengajukan kenaikan gaji dan tunjangan.

Sontak, penolakan dari masyarakat pun menyeruak. Manajer Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra) Apung Widadi mengatakan, persetujuan yang dikemukakan pemerintah bagai upaya bunuh diri. Sebab, banyak daerah yang kesulitan membangun gara-gara ruang fiskal APBD yang sangat sempit. ”Defisit akan semakin lebar dan membuat daerah bangkrut,” ujarnya dalam diskusi di Kopi Deli, Jakarta, Jumat (2/9) lalu.

Nah, dengan kenaikan gaji DPRD, komposisi keuangan daerah dipastikan memburuk. Sebab, porsi belanja rutin akan semakin besar, sementara belanja modal yang digunakan untuk pelayanan dan pembangunan akan semakin kecil. Apalagi, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat, yang selama ini menjadi suplemen bagi keuangan daerah, pun dipangkas.

”Kenaikan ini tidak sejalan dengan pernyataan Sri Mulyani yang mengatakan porsi anggaran harus proporsional,” imbuhnya. Padahal, porsi anggaran yang ideal adalah yang menempatkan belanja modal lebih besar daripada belanja rutin.

Berdasar kajian, porsi keuangan daerah memang sangat tidak proporsional. Rata-rata belanja modal daerah, yang notabene untuk masyarakat, berada di level 25 persen. Bahkan, tidak sedikit daerah yang belanja modalnya hanya berada angka 16-20 persen. Sisanya dihabiskan untuk belanja pegawai dan belanja barang/jasa.

Apung menambahkan, yang diterima anggota DPRD saat ini sudah lebih dari cukup. Meski gaji pokoknya hanya Rp 6 juta, ada begitu banyak tunjangan yang diperoleh. Menurut kajian Fitra, yang diterima anggota DPRD kabupaten Rp 30 juta-Rp 35 juta per bulan. Adapun untuk level provinsi seperti DKI Jakarta, jumlahnya bisa mencapai Rp 45 juta.

Sejak PP Nomor 24 Tahun 2004 disahkan, pimpinan dan anggota DPRD mendapatkan beberapa jenis penghasilan resmi. Seorang anggota DPRD minimal memiliki lima jenis penghasilan. Pertama, uang representasi yang memiliki nilai paling tinggi, yakni setara gaji pokok kepala daerah. Kemudian, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, dan tunjangan beras.

Tinggalkan Balasan