Antusias wisata masyarakat seolah tak pernah surut. Ini bisa dilihat dari banyaknya destinasi yang bermunculan dan selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Vilank Penta, Rancasari
BANDUNG dikenal sebagai Kota Wisata dan Kuliner. Ada banyak tempat di Bandung yang menarik untuk dikunjungi. Seperti wisata bernuansa alam Farm House, Taman Hutan Raya (tahura) Ir H. Djuanda, Gunung Tangkubanparahu dan lainnya.
Selain wisata alam, ada juga wisata yang mengadopsi budaya negeri lain. Sepeti Kampoeng Tulip yang beralamat di perumahaan Pasir Pogor, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung.
Lahan seluas 800 meter persegi disulap menjadi bangunan-bangunan yang bertemakan Negeri Belanda. Doni Samudera, pengelola Kampoeng Tulip bersama tiga temannya yakni Nanang beserta istrinya dan Panji berhasil mengubah kurang dari satu hektare ini menjadi lahan yang serbaguna. Menurut dia, inspirasi pembuatan Kampoeng Tulip ini berawal dari anaknya yang bersekolah S2 dan bekerja di Belanda.
Di dalam area ini, ada berbagai macam wahana yang bisa dikunjungi para wisatawan, seperti Kincir Angin, Bangunan menyerupai rumah-rumah di Belanda, kolam ikan lengkap dengan perahu dayung dan sepeda air, dan kolam terapi ikan. Ada pula Galeri Shabby Chick yang di dalamnya terdapt berbagai pernak pernik khas Negeri Belanda seperti gelas dan perabotan lainnya.
Jika merasa lapar, ada juga Cafe Tulip yang menyediakan berbagai macam makanan. Wisatawan yang berkunjung ke Kampoeng Tulip kebanyakan dari kalangan anak muda yang gemar foto selfie. Padahal tujuan utama Kampoeng Tulip ini adalah wisata edukasi yang ditujukan untuk anak-anak.
Doni menambahkan, dibangunnya Kampoeng Tulip ingin membuat daerah hijau di kompleknya. Karena di daerahnya ini, terbilang panas.
Doni dan teman-temannya, pada awal tahun 2012 merencanakan menjadikan lahan persawahan ini dibuat sesuatu yang lebih berguna, ketimbang didirikan rumah atau ruko. Terciptalah gagasan membuat wisata edukasi yang pada awalnya hanya untuk anak-anak sekitaran Pasir Pogor.
Sebenarnya tempat ini bukan ditunjukan untuk umum melainkan keluarga dan tetangga terdekat. Awalnya kita tidak mengira akan banyak wisatawan yang datang, karena tujuan didirikannya bukan untuk wisata, melainkan tempat bermain bagi warga sekitar dan tidak dikenakan biaya. Namun, melihat respon dari masyarakat yang datang sekitar 100 hingga 200 orang tiap hari biasa dan mencapai 400 hingga 700 orang pada hari libur, maka diberlakukanlah sistem tiket,” ujar Doni kepada Bandung Ekspres belum lama ini