Sukamiskin Menggoda, Fasilitas Kebonwaru Biasa

Dengan tekanan yang diterima, walhasil napi memutar otak untuk mencari uang. Sebab, tak jarang juga sipir itu memaksa napi untuk membeli pecel lele dengan harga ikan kakap. ”Makanya suka ada napi yang terus-terusan minta uang untuk bekal di dalam ya karena itu,” tuturnya.

Dia mengatakan, untuk besuk saja, sebenarnya keluarga ditarif sebesar Rp 25 ribu. Itu untuk Kebonwaru. Untuk di Karawang, kata dia, keluarga yang hendak menjenguk harus menyetor uang sekitar Rp 200 ribu untuk jangka waktu 15 menit. Kalau masih kangen, biaya nambah.

IKA yang terjerat penipuan surat-surat penting pun ikut putar otak. Kalau sedang ada tenaga, dia menjadi buruh cuci untuk napi yang lain. Satu ember atau biasa disebut satu badeng, dihargai Rp 50 ribu. ”Ya sekuatnya saja. Lagipula tidak perlu bersih-bersih amat, toh baju yang dicuciin juga baju bangsat (pencuri),” urainya.

”Kalau lagi bisa berpikir jernih, saya paling bikinkan KTP palsu. Itu keperluan macam-macam, termasuk untuk mengurus pembuatan rekening fiktif ke bank,” tambahnya.

Beda lagi dengan di Sukamiskin. Sebagai gambaran, kata dia, ruang untuk menjenguk pun bisa sedemikian mewahnya. Berpayung dan bisa memesan makanan apa saja. ”Ya gimana sih kafe, di Sukamiskin seperti itu,” urainya. ”Kalau yang mewah paling hanya diisi empat napi. Kalau yang di Waru atau Karawang bisa puluhan orang. Bisa-bisa sepanjang tahun tidur dalam posisi duduk,” paparnya.

Pikirnya, ketika dia kemudian pindah dari Sukamiskin ke Lapas Karawang kondisi akan lebih baik. Ternyata di sana, kondisi lebih buruk dari sisi keuangan. Tapi uniknya, napi bisa mendapatkan banyak uang dengan jumlah besar.

Menurut dia, di sana para napi diperbolehkan untuk membawa telepon selular. Kendati beberapa kali razia, ya bagi dia itu sekadar formalitas di hadapan penegak hukum. Selesai razia, handphone dikembali, dengan catatan setor dulu.

Diperbolehkannya handphone itu beredar di napi memang tidak diatur secara tertulis. Itu lebih kepada kebijakan para sipir agar para napi yang sehari-hari ngedableg enggak ada kerjaan diberikan pekerjaan atau rutinitas. ”Memang jadi tertib, tapi ya begitu. Tidak salah kalau ada istilah menyempurkan ilmu kejahatan itu di penjara,” urainya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan