Proyek Kereta Cepat Kemahalan

Sebagaimana diketahui, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sama sekali tidak melibatkan dana APBN, melainkan proyek korporasi antara konsorsium BUMN Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia) dengan perusahaan Tiongkok China Railway International (CRI). Dua perusahaan itu lantas membentuk PT kereta cepat Indonesia China (KCIC).

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin kembali mengeluarkan pernyataan terkait proyek kereta cepat tersebut. ”Kereta cepat Jakarta-Bandung adalah bagian dari rencana besar kita menghubungkan kota-kota besar di Jawa dan luar Jawa,” katanya melalui akun twitter resmi @jokowi.

Pemerintah memang terlihat ingin mendorong proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Karena itu, proyek ini pun dimasukkan dalam salah satu proyek strategis nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Januari lalu.

Sementara itu, persoalan biaya proyek kereta cepat pertama Indonesia ini memang sudah mencuat sejak lama. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sejak awal langsung menyatakan keengganan untuk ikut membiayai proyek ini lewat anggaran pendapatan dan biaya negara (APBN). Pemerintah lebih memilih melimpahkan anggaran ke proyek-proyek pembangunan kereta api di luar Jawa. ”Ini swasta aja,” tutur Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan ditemui disela peluncuran kapal perintis KM Sabuk Nusantara 46.

Bahkan, pemerintah juga menyaratkan ketiadaaan jaminan dari pemerintah dalam klausul konsesi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Jaminan seluruhnya ditanggung oleh PT KCIC. ”Ya pasti disyaratkan. Karena kita nggak mau ada APBN. Pokoknya syaratnya nggak boleh ada APBN baik untuk jaminan atau pembiayaan lainnya,” tegasnya.

Hingga saat ini sendiri, izin konsesi dan izin pembangunan proyek kereta cepat masih belum rampung. Izin konsesi disebut masih dalam proses finalisasi oleh PT KCIC. Izin ini diminta oleh Jonan untuk segera dikebut bila proyek ingin segera dilaksanakan. Izin konsesi ini sebagai jaminan agar proyek tidak menjadi beban pemerintah bila pembangunannya gagal di tengah jalan.

Sementara itu, izin pembangunan prasarana baru bisa dikeluarkan setelah izin konsesi selesai meski telah groundbreaking pada 21 Januari 2016 lalu. Sebelumnya, dokumen usulan untuk memperoleh izin pembangunan prasarana sempat dikembalikan lantaran masih ditulis dalam bahasa Tiongkok. Kementerian Perhubungan menginginkan dokumen tersebut ditulis dalam Bahasa Indonesia. (mia/owi/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan