Pengelola Sungai Citarum Dikritik

bandungekspres.co.id– Camat Dayeuh Kolot Adjat Sudrajat MSi mengkritik pengelolaan Sungai Citarum yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

sawah kering
Dokumentasi/bandung ekspres

KEKERINGAN: Seorang anak melintasi area pesawahan di sekitar sungai Citarum yang kering akibat kemarau berkepanjangan.

Dia menilai, BBWS seolah-olah perangkat yang hanya memfasilitasi keberadaan sungai saja bukan penanganan masalah Banjir. BBWS hanya sebentuk lembaga penyalur anggaran pusat.

”Justru seharusnya diketahui bahwa penanganan banjir di Kabupaten Bandung tertuju hanya pada tiga sasaran yaitu sodet Curug Jompong, membuat drainase, dan pengatur volume air ke induk sungai Citarum. Bahkan harus pula dibuatkan lima waduk raksasa minimal luas 30 HA. Masing-masing di Kecamatan Solokan Jeruk, Paseh, Majalaya, Pacet dan Kecamatan Ciparay,” jelas Adjat kemarin.

Untuk diketahui, Citarum merupakan sungai yang terpanjang dan terbesar di Wilayah Provinsi Jawa Barat. Sungai yang mengalir sepanjang 297 kilometer ini membentang dari hulunya di Situ Cisanti yang terletak di kaki Gunung Wayang sebelah selatan Kota Bandung. Aliran sungai Citarum, bermuara di pantai selatan Pulau Jawa tepatnya di Muara Gembong Kabupaten Bekasi.

Adjat Sudrajat mengatakan, jika hal ini ingin berhasil, maka tiga cara harus dilakukan oleh pihak BBWS. Dengan cara radikal, sadis, dan kejam tapi tetap dilakukan profesional mengacu pada tatanan pembangunan sungai Citarum. Kalau tidak demikian lanjutnya, Citarum yang mempunyai beragam potensi yang berperan yang sangat penting bagi kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat akan terabaikan.

Sementara itu, Ketua Forum Aspirasi masyarakat Asep Kartika menilai sungai Citarum yang dimanfaatkan oleh 44,55 juta penduduk Jawa Barat. Sesuai data dari BPS tahun 2012, air Sungai Citarum juga digunakan sebagai sumber air baku penduduk perkotaan DKI Jakarta.

”Bahkan irigasi pertanian, perikanan, sebagai pemasok air untuk kegiatan industri serta sumber bagi pembangkit tenaga listrik tenaga air untuk pasokan Pulau Jawa dan Bali,” papar Asep.

Dalam kurun waktu dua dekade ini, kerusakan sungai Citarum sudah terjadi dari hulu hingga hilir. Pesatnya perkembangan sektor demografis serta sosial ekonomi yang tidak seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan semakin menambah beban persoalan sungai Citarum.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan