Siswa Terlatih Hadapi Gempa dan Tsunami sejak Kelas 1

[tie_list type=”minus”]SD Shichigo, Pionir Kurikulum Bencana di Sekolah Jepang[/tie_list]

 

Berkat inisiatif SD Shichigo, Jepang kini menerapkan kurikulum bencana di seluruh sekolah dasar. Juga, sedang digodok materi serupa untuk pendidikan di tingkat lanjut. Berikut laporan wartawan Jawa Pos (Group Bandung Ekspres) EKO PRIYONO yang baru mengunjungi sekolah tersebut.

HARI mulai gelap. Ratusan warga Sendai yang kehilangan rumah karena empasan air laut berduyun-duyun mendatangi SD Shichigo. Kepanikan dan kesedihan campur aduk di sana.

Siswa Terlatih Hadapi Gempa dan Tsunami
SILVYA MURTI UTAMI/BANDUNG EKSPRES

TERLATIH SEJAK DINI: Siswa kelas 4 SD Shichigo, Sendai, Jepang, mendapat
materi tentang peralatan yang dibutuhkan saat terjadinya bencana alam.

Tiap orang berusaha menemukan anggota keluarga masing-masing. Ekspresi kepiluan mendominasi sepanjang lorong sekolah. Terlebih ketika tidak mendapati orang yang mereka sayangi di tempat tersebut. Penerangan yang temaram membuat suasana kian mencekam.

Suasana kelam itu tergambar jelas dalam 40 bingkai foto ukuran 8R yang dipajang berdiri di ruang konser SD Sichigo, Sendai. Pajangan tersebut mempertontonkan bagaimana sekolah itu menjadi saksi ketika tsunami menerjang wilayah timur Jepang pada 11 Maret 2011.

’’Sekolah kami jadi tempat berlindung karena tidak terkena tsunami, padahal rumah di sekitar sekolah kami rata,’’ jelas Wakil Kepala SD Sichigo Masaki Nakatsuji.

Visualisasi tersebut menceritakan secara runtut gambaran kondisi sekolah yang memiliki 990 siswa itu sejak terjadi gempa sampai akhirnya dijadikan tempat pengungsian. Diawali dengan gambar suasana ruang kelas yang berantakan karena gempa 9,0 skala Richter. Buku-buku berserakan di lantai plus lemari dan mejanya yang terlihat sangat berantakan.

Sekuel gambar lain menunjukkan warga yang panik mendatangi gedung sekolah tersebut tanpa membawa apa pun. Pemandangan saat malam yang gelap gulita karena semua aliran listrik terputus.

Mereka mengandalkan lilin sebagai penerangan. Termasuk menuliskan nama saudara mereka yang hilang di dinding tembok karena tidak ada sambungan telepon maupun internet.

Gambar tersebut didukung pemandangan di sekitar sekolah. Sejauh mata memandang dari daun jendela kelas lantai 4, tidak terlihat satu pun bangunan yang masih berdiri. Lokasi yang sebelumnya dipenuhi permukiman penduduk kini tinggal hamparan tanah kosong yang ditumbuhi rumput liar.

Tinggalkan Balasan