Di tempat sama Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Anang Sudarna mengklaim, penanganan kejahatan lingkungan hidup di Jabar saat ini lebih optimal. Bila dibandingkan sebelum terbentuk Satgas Penegakan Lingkungan Hidup (SPLH).
Dia menuturkan, perkembangan industri manufaktur di Jabar mencapai 60 persen. Oleh sebab itu, berbagai persoalan muncul. Termasuk dampak kerusakan lingkungannya. ’’Faktanya saat ini pemanfaatan konflik sumber daya dan tata ruang di Jawa Barat bercampur aduk. Tidak jelas penataannya seperti lahan pertanian, hutan kawasan industri dan pemukiman tidak karuan posisinya,’’ jelas Anang.
Dirinya mencontohkan, Kawasan Bandung Utara, Puncak, daerah resapan air dan daerah industri yang menyatu dengan lahan pemukiman dan sawah di Bandung. Sebagai bukti nyata, bahwa pemanfaatan tata ruang sudah tidak jelas dan sangat buruk.
Menurut dia, saat ini permasalahan lingkungan di Jabar sangat banyak. Seperti, baru-baru ini ketika sidak terhadap penambangan pasir besi di Jabar selatan, yang memiliki dampak kerusakan lingkungan hebat. ’’Akibat penambangan pasir besi yang tidak disadari adalah luas negara kita jadi berkurang. Sebab, daratan pada bibir pantai terus diambil pasirnya. Ini kan berdasarkan hukum internasional diukur mulai dari garis pantai,’’ cetus dia.
Anang berpendapat, upaya penegakkan hukum terus dilakukan dengan membentuk satgas. Namun, sampai saat inipun proses penanganan hukumnya masih lemah. Hal ini terbukti pada pelaku kejahatan lingkungan di Tasikmalaya yang hanya divonis dua bulan.
’’Inikan sangat mengusik rasa keadilan di masyarakat. Dan saya selaku pejabat termasuk gubernur (Jabar) pernah merasakan di-bully oleh masyarakat di media sosial. Akibat penanganan hukum yang buruk,’’ ungkap Anang (yan/hen)