JAKARTA – Nilai tukar rupiah terus mendekati level Rp 14.000 per USD yang merupakan posisi terendah dalam 17 tahun terakhir. Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin terperosok ke level Rp 13.895 per USD, melemah dibandingkan sehari sebelumnya yang berada di Rp 12.828 per USD.
Rupiah kian tak berdaya atas greenback, sebutan dolar AS. Padahal, bank sentral pada Kamis (20/8) telah merilis tujuh kebijakan mengatasi pelemahan kurs, termasuk dengan operasi pasar yang mengalihkan likuiditas harian ke instrumen dengan jangka lebih panjang.
Sepanjang tahun ini rupiah telah melemah lebih dari 12 persen atas dolar AS. Performa rupiah itu adalah yang kedua terburuk di dunia setelah Ringgit Malaysia. Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, merosotnya nilai tukar merupakan cerminan dari perilaku pasar yang sudah irasional. Akibat sentimen berlebihan terkait beberapa isu global, seperti currency war (perang mata uang), perang harga minyak, hingga rencana bank sentral AS menaikkan suku bunga, para pelaku pasar mulai berspekulasi. ’’Kondisi yang sekarang tidak rasional,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu tersebut menuturkan, para pelaku pasar menilai perlambatan perekonomian dunia belum punya jalan keluar yang konkret untuk menemukan jalan pemulihan. Karena itu, pemerintah pun mulai mengkhawatirkan adanya arus modal keluar beberapa yang terjadi beberapa hari terakhir.
Bambang menekankan bahwa pemerintah akan menjaga pasar surat berharga negara (SBN) yang merupakan salah satu instrumen favorit investor global.’’Kita dorong supaya secondary market-nya lebih aktif sehingga bisa cegah outflow di SBN,’’ katanya.
BI tetap optimistis terobosan kebijakan di sektor moneter yang telah dirilis bakal mampu menahan gejolak pelemahan nilai tukar. Direktur Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, bank sentral akan berupaya mengembalikan nilai tukar rupiah ke posisi yang selaras dengan fundamentalnya. ’’Rupiah tidak akan dibiarkan terlalu melemah,’’ kata Tirta di Jakarta kemarin.
Tirta mengatakan, BI akan tetap menjaga kehati-hatian dalam mengambil setiap kebijakan. Indonesia, lanjut dia, juga tidak perlu mengekor pada negara-negara lain yang sengaja melemahkan mata uangnya seperti Tiongkok dan Vietnam untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. ’’Masih ketat dan kita optimalkan operasi moneter,’’ katanya.