Target Pajak Tak Realistis

Banyak Potensi Hilang di Lapangan

BATUNUNGGAL – Target pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Kota Bandung yang bersumber dari pajak daerah, berdasarkan analisis Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Jawa Barat yang disampaikan ke Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung, koreksi penetapannya incremental.

Menurut Kepala Disyanjak Kota Bandung Priana Wirasaputra di sela monitoring pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan kemarin (14/8), realisasi PAD pajak tahun lalu plus potensi intensifikasi dan ekstensifikasi (incremental), ketika menjadi beban target, meski sudah tertuang dalam peraturan daerah (Perda) anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) tidak bisa menjadi ukuran.

Pasalnya, potensi itu fluktuatif, seperti halnya penerimaan pajak dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). ’’Penerimaan pajaknya tergantung transaksi,” tukas Priana.

Dengan demikian, dalam menetapkan perangkaan, dirinya meminta tak ada disparitas antara target dan realisasi. Sebab, dalam capaiannya Disyanjak selalu menganut paham optimis realistis demi mengantisipasi target di bawah penerimaaan pajak yang berdampak pada belanja APBD. ’’Mari kita sama-sama mengkaji ulang target. Tapi, itupun jangan dimaknai meminta target turun. Kita menghitungnya secara realistis dan rasional. Mengabaikan itu likuiditas APBD terganggu,” ujar Priana.

Dirinya menginginkan agar jangan menetapkan target yang mustahil. Kenaikan target pajak 15 persen per tahun, dengan target progresif meningkat, dasar ini tidak bisa diprediksi walau ada di Perda. Bercermin dari target itu sebagai bentuk reformasi birokrasi di lingkungan Disyanjak Kota Bandung, koordinator atau petugas lapangan keberadaannya dihapuskan. Dalam pandangan Priana merupakan keputusan yang berlaku sejak 31 Desember 2014.

Adapun yang menjadi dasar keputusan itu salah satunya temuan Badan Pemeriksa Keuangan. ’’Tugas korlap membina satu orang petugas yang membawahi tiga karauke dan hotel. Hotel dan karaoke berhubungan dengan koordinator lapangan, padahal dalam struktur Disyanjak tidak ada hierarkinya, itu salah kaprah,” tukas Priana.

Keberadaan korlap yang berjumlah 97 orang berada di bawah Disyanjak Kota Bandung. Namun, tidak berada di lapangan tapi disebar di beberapa Unit Pemungutan Pajak (UPP) demi pengoptimalan. Secara ideal, UPP bisa berperan seperti di kantor pusat dengan kewenangan tertentu. Adanya UPP ini sejalan dengan konsep desentralisasi Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang ingin optimalisasi program kewilayahan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan