STIE Ekuitas Buka Kelas Internasional

BANDUNG – Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ekuitas Bandung sudah mempersiapkan diri menyambut dibukanya Kelas Internasional. Program tersebut akan dimulai September tahun ini. Vice Chairman Academic Affair STIE Ekuitas Bandung Martha Fani Cahyandito mengatakan, tahun pertama Kelas Internasional akan diikuti sekitar 20 mahasiswa.

Kelas Internasional ini sangat diminati mahasiswa. Bahkan, jumlah pendaftar sudah melebihi target 20 kursi. Menurut Fani, persiapan menuju Kelas Internasional sudah dimulai pada 2014 lalu.

”Dari Tahun 2014 kami sudah mulai menjajaki kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di beberapa negara. Seperti Kuis Selangor Malaysia, Kanazawa University Japan, Fontys Belanda, Youngsan University Korea Selatan, dan City Institute Australia,” ujar Fani kepada Bandung Ekspres belum lama ini.

Rencananya, dalam tahap pertama ini pihaknya akan membuka empat mata kuliah. Di antaranya Global Supply Chain, Perbankan Konvensional, Perbankan Syariah dan Etika Bisnis dan CSR. Menurut dia, keempat mata kuliah ini merupakan hasil diskusi antara pihak STIE Ekuitas dengan beberapa perguruan tinggi.

STIE Ekuitas telah menandatangani kesepakatan dengan beberapa perguruan tinggi terkait mata kuliah dan sistem pembelajarannya. ”Keempat mata kuliah tersebut berdasarkan kebutuhan mereka dan kemampuan kita. Jadi sudah disesuaikan berdasarkan MoU itu,” ujar Fani.

Di mencontohkan, perguruan tinggi di luar negeri sangat tertarik dengan materi perbankan syariah. Menurutnya, perbankan syariah di Indonesia dianggap berkembang, sehingga bisa diterapkan di negara lain.

Untuk tahun ini, kata Fani, kelas Internasional STIE Ekuitas akan diikuti empat mahasiswa asing dari Fontys Belanda. Mereka belajar di STIE Ekuitas tanpa dipungut biaya apapun. Sebab, biaya kuliah sudah dibayarkan.

”Mereka tinggal belajar saja di sini, karena sudah bayar di kampusnya. Begitupun dengan mahasiswa kita nanti tahun depan akan ke Fontys Belanda, mereka tidak perlu bayar di sana karena sudah di sini. Mereka hanya perlu untuk living cost-nya,” ujar Fani. (fik/tam)

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan