Industri Ritel Terganggu

[tie_list type=”minus”]Akibat Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat[/tie_list]

BANDUNG – Laju perekonomian yang melambat memberikan dampak negatif bagi industri ritel. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai, pertumbuhan industri ritel kini hanya di bawah angka 4 persen.

Ritel
ILUSTRASI – ISTIMEWA

TERGANTUNG EKONOMI NASIONAL: Laju pertumbuhan bisnis ritel dipengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Sekertaris Umum Aprindo Jabar Henri Hendarta, sebenarnya pertumbuhan ekonomi justru salah satu paremeternya dari industri ritel. Pasalnya, industri ritel menggambarkan sektor riil untuk masyarakat dalam memegang uang atau tidak. Ini berpengaruh terhadap daya beli.

”Di semester pertama tahun 2015, memang pertumbuhan ada. Tapi, pertumbuhan itu tidak dibarengi nett profit yang tinggi. Angka pertumbuhan itu hanya paling di bawah 4 persen,” ujar dia kepada Bandung Ekspres kemarin (5/8).

Menurut dia, perlambatan laju pertumbuhan itu semakin tersendat dengan biaya tinggi yang harus dikeluarkan oleh pelaku industri. Bahkan, karena hal itu, ada sebagian kecil anggota yang mengaku industrinya menjadi minus.

Menghadapi hal itu, Henri mengaku, para pelaku industri ritel harus tetap menjalankan aktivitasnya. Agar langkah yang diambil itu menjamin industrinya tetap maju. Seperti, promosi yang harus tetap gencar dilakukan agar konsumen senantiasa melakukan pembelian.

Meski demikian, pihaknya berharap kondisi ini akan berubah pada semester kedua nanti. Apalagi, sejauh ini belanja pemerintah masih belum turun, dan masih banyak yang belum cair. ”Kita mengharapkan pada semester dua nanti pusat mencairkan anggaran belanjanya. Jika proyek berjalan, industri ritel tentu pasti terkena imbasnya,” pungkasnya.

Selain itu, Henri menambahkan, proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di sejumlah daerah diprediksi juga bisa dapat mendongkrak penjualan ritel. Pada awal tahun, penjualan ritel menurut dia, hanya tumbuh single digit. Apalagi tiga bulan awal 2015 lalu, penjualan ritel pasar modern dikatakan tidak menggembirakan.

”Pada triwulan pertama penjualan ritel tetap tumbuh. Tapi, angkanya hanya berkisar pada single digit. Itu dikarenakan daya beli masyarakat menurun,” bebernya.

Menurutnya, kondisi ini juga diperparah dengan sikap pemerintah saat ini yang disibukkan dengan persoalan politik saja. Padahal, tinggi rendahnya penjualan ritel itu menunjukkan ekonomi sektor riil.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan