[tie_list type=”minus”]Dede: Indonesia Harus Blacklist Timur Tengah[/tie_list]
JAKARTA – Berita mengejutkan datang dari tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi Siti Zaenab binti Duhri Rupa. TKI asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, itu gagal diselamatkan dari vonis mati. Kemarin, perempuan 47 tahun tersebut menjalani hukuman pancung oleh otoritas Saudi.
Kabar itu disampaikan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam rilis resminya tadi malam. Kemenlu menyebutkan, hukuman kisas (qishash) Zaenab dilakukan di Madinah pada pukul 10.00 waktu setempat. Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir menyatakan, hal tersebut menjadi pukulan berat bagi pihaknya. Pasalnya, tidak ada notifikasi apa pun dari otoritas Saudi terkait waktu eksekusi Zaenab.
Apalagi, Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir baru saja melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi
Pertemuan dengan Pangeran Khalid bin Saud bin Khalid itu terjadi pada 19 Maret untuk membicarakan hukuman mati tersebut. ’’Kami baru mengetahui kabar hari ini setelah Konsulat Jenderal RI di Jeddah menerima informasi dari pihak pengacara almarhumah, Khudran Al Zahrani,’’ ungkapnya saat dihubungi kemarin.
Eksekusi mati TKW Siti Zaenab oleh pemerintah Arab Saudi mematik parlemen berkomentar. DPR meminta Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi bersikap tegas.
Ketua Komisi IX Dede Yusuf mengatakan Menlu harus membuat penyataan bahwa pemerintah Indonesia tidak menerima cara tersebut. “Kami kecewa pemerintah Arab Saudi tanpa konfirmasi,” ujarnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (15/4).
Dia meminta agar Kemenlu menghentikan pengiriman TKI ke Arab Saudi maupun kawasan Timur Tengah. Sebab, TKI yang bekerja disana terkena hukum adat yang menyatakan mereka adalah bagian dari budak.
Banyak kasus pelecehan, perkosaan, dan penyiksaan TKI karena, mereka bagian dari budak yang sudah dibeli. “Kami minta moratorium segera dilakukan,” tuturnya. Menurut Dede pengiriman TKI bisa dialihkan ke negara yang terbilang soft atau negara yang tidak terlalu keras menerapkan aturan kepada TKI. “Fokus ke Asia Pasifik, seperti Hongkong, Korea, dan Singapura,” ucapnya.
Politisi Demokrat itu berharap agar TKI yang bermasalah juga segera dipulangkan. Khususnya, TKI informal. Mereka, lanjut dia, hanya memilki kontrak kerja dengan penyalur, tidak dengan tempat bekerja. Namun, TKI yang tidak bermasalah dan masih terikat kontrak, mereka bisa melanjutkan kerjanya. “Tentu dengan kontrak kerja yang benar,” cetusnya.