BANDUNG WETAN – Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung sudah menolak eksepsi atau nota keberatan bos Cipaganti Andianto Setiabudi. Oleh karena itu, persidangan perkara penggelapan dana para mitra koperasi dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi di Ruang I PN Bandung, kemarin (24/3).
Saksi yang dihadirkan jaksa dalam sidang yang dipimpin Kasianus Telaumbanua itu berasal dari mitra koperasi yang menjadi korban para terdakwa. Yaitu, Agah Sonjaya (anggota polisi), Solihin (pensiunan dokter), Dani (karyawan tekstil), Neneng Siti Kuslum (wiraswasta), dan Yosef Cahyo Setianto (guru).
Seperti persidangan sebelumnya, kali ini para mitra Cipaganti memenuhi ruangan sidang hingga tak ada tempat duduk pengunjung yang tersisa. Para saksi diperiksa secara satu per satu. Kesempatan pertama diberikan kepada Agah Sonjaya, yang saat ini bertugas di Badan Narkotika Nasional yang pertama kali ikut Koperasi Cipaganti pada Februari 2014. ’’Saya dapat selebaran, kemudian saya datangi kantornya yang di Jalan Gatot Subroto,” aku Agah.
Karena tertarik dengan penawaran yang diberikan seperti keamanan dan bunga yang lebih tinggi dari bank, Agah pun kemudian menyetor Rp 200 juta. Dari jumlah yang disetorkan tersebut, Agah dijanjikan akan mendapatkan profit sebesar Rp 3,2 juta setiap bulannya. Singkat cerita, dirinya tak pernah menerima yang dijanjikan koperasi itu. Kemudian, dirinya melaporkan ke polisi.
Seperti diketahui, Andianto bersama Djulia Sri Redjeki dan Yulinda Tjendrawati Setiawan ditangkap Polda Jabar karena diduga melakukan penggelapan dana para mitra koperasi. Lalu, Wakil Direktur Utama PT Cipaganti Cipta Graha Cece Kadarisman menyusul diringkus polisi dalam kasus sama.
Modus yang dilakukan keempatnya adalah menjanjikan sistem bagi hasil 1,6 persen-1,95 persen per bulan tergantung tenor. Dengan kesepakatan bahwa dana itu dikelola koperasi untuk kegiatan perumahan, SPBU, transportasi, perhotelan, alat berat, dan tambang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dana mitra itu disuntikkan kepada perusahaan Andianto, yakni PT CCG Rp 200 miliar, PT CGT Rp 500 miliar, dan PT CGP Rp 885 juta. Dengan kesepakatan bagi hasil adalah 1,5 persen-1,75 persen. Namun, faktanya, sejak Maret 2014, koperasi gagal bayar dan tidak berjalan. Sedangkan uang mitra tidak jelas penggunaannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. (vil/tam)