Sementara itu, Felicia mengatakan bahwa di dunia fashion, konsumen itu merupakan penentu dan penggerak industri. Dia menghendaki perusahaan fashion menggunakan cara-cara yang lebih ramah lingkungan dalam menciptakan produk tekstil mereka. ’’Fashion seharusnya tidak menyakiti siapa pun,’’ kata dia.
Menurut Ashov, bagi Indonesia, sangat penting industri fashion global bisa beroperasi secara bersih dan aman. Sebab, saat ini banyak industri fashion global yang beroperasi di Indonesia. Tidak sedikit dari mereka masih menghasilkan produk tekstil yang “kotor dan beracun”, alias tidak ramah lingkungan. Jika fenomena industri fashion dunia yang ‘kotor dan beracun’ masih saja terus terjadi, masyarakat dan lingkungan Indonesia akan terus menjadi pihak yang sangat dirugikan. ’’Sementara merek-merek global itu menjadi pihak yang terus menikmati keuntungan fantastis,” jelasnya.
Namun, sambungnya, jutaan orang di seluruh dunia yang setuju dengan idealisme ini telah bergabung dengan kampanye Detox. Mulai dari para fashionista, aktivis, blogger hingga nama-nama besar di dunia fashion dan hiburan. Gerakan ini sudah membuat berbagai merek fashion ternama seperti Valentino, Levi’s, Zara, Nike, Adidas, Puma, H&M, Mango, Esprit, Victoria Secret dan lain-lain, mengeluarkan komitmen Detox mereka. Tetapi tentu saja ini bukan berarti kampanye ini berakhir. Sebab, jelas dia, sangat penting untuk benar-benar memastikan bahwa fashion yang ramah lingkungan ini bisa menjadi tren yang diikuti oleh seluruh produsen fashion di dunia. ’’Komitmen detox mereka harus terus dikawal,’’ ujar Ashov.
Rancaekek dipilih menjadi lokasi kampanye lantaran dampak pencemaran industri tekstil di kawasan itu telah merugikan masyarakat. Berdasarkan data yang dimiliki Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), lebih dari 1.200 hektare tanaman padi di Rancaekek tercemar oleh limbah industri dan ditaksir menyebabkan kerugian negara mencapai Rp36 miliar pertahun.
Ketua Pawapeling Adi M. Yadi mengatakan, pemerintah saat ini telah mengeluarkan wacana untuk mengalihfungsikan dan membeli lahan produktif pertanian yang kadung terpapar limbah bahan berbahaya beracun (B3). Adi menganggap, langkah itu tidak tepat lantaran hanya akan menambah persoalan.