Kurikulum UIN Tidak Agamis

Tanggapan Kasus Foto Seronok Mahasiswi

Kurikulum UIN Tidak Agamis - bandung ekspres
BERI KETERANGAN: Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN SGD Bandung, Prof Dr Oyo Sunaryo Mukhlas, menjelaskan kepada awak media soal kronologis pemecatan terhadap RA alias AB, di Bandung Rabu (11/2).

BANDUNG – Terkuaknya kasus foto seronok mahasiswi Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) SGD Bandung, mendapat sorotan publik. Salah satunya datang dari pengamat hukum sekaligus anggota DPC Peradi Kota Bandung, Erdi D Soemantri. Menurutnya, kasus ini menunjukkan kurikulum yang diajarkan kampus yang berbasis agama itu tidak agamis.

Pernyataan Erdi disampaikan saat menanggapi mencuatnya kasus mahasiswi UIN Bandung berinisial RA alias AB di akun Facebook yang memajang foto seronok secara sengaja. Pakar analisa hukum Unpar ini menilai, sikap rektorat UIN Bandung yang memecat RA tidak dibarengi metode preventif.

’’Jika satu mahasiswinya bertindak pornoaksi atau asusila dan lepas ke publik secara terbuka, itu menandakan metoda pendidikan moral di kampus tersebut tidak efektif,” tandas Erdi,
kemarin (11/2).

Sebelumnya diberitakan, pihak rektorat terpaksa memecat status kemahasiswaan RA alias AB akibat memajang foto seronok di akun facebook secara disengaja. Pihak dekanat Syariah dan Hukum UIN Bandung membenarkan kasus tersebut dilakukan RA, bahkan atas hasil klarifikasi dekanat, RA mengakui pemajangan foto berpose hotnya itu lakukan atas dasar unsur kesengajaan.

Di sisi lain, Erdi melihat dampak yang terjadi jika kasus tersebut hanya berakhir dengan pemecatan. Masih ada langkah lain yang seharusnya dilakukan penelusuran lebih mendalam. Bobolnya perilaku buruk mahasiswi UIN Bandung yang belajar di hukum Islam malah menjadi fenomena buruk sistem pengajarannya di kampus tersebut.

’’Kalau murid diajari pendidikan agama masih saja menyimpang, harus dicurigai bahwa sistem pengajarannya tidak bagus. Siapa yang salah? Bisa pengajar, bisa juga sistemnya,” kata Erdi.

Ditanya soal kemungkinan masalah ini masuk ke ranah hukum, kata Erdi, hal ini bisa terjadi jika pihak rektorat melapor ke polisi. Jika tidak melapor, maka kasus ini dengan sendirinya menjadi ranah publik. ’’Kecuali polisi mengusut jaringan yang digunakan RA untuk memperdagangkan dirinya di akun Facebook maupun Twitter. Apakah ada pihak yang dirugikan atas kasus tersebut? Itu yang jadi persoalan,” papar Erdi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan