Pengusaha Kelapa Sawit Menjerit

Dari angka tersebut kemudian dikurangi dengan harga patokan ekspor (HPE) yang ditentukan pemerintah sebesar US$ 450 per ton. Ketemu angka kerugian sebesar US$338 per ton.

’’Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus bisa-bisa apa yang terjadi pada tahun 2009 dimana harga CPO waktu itu menyentuh level US$300 per ton dan membuat semua produsen biodiesel menghentikan suplai ke Pertamina. Kita tidak ingin hal tersebut terjadi lagi,’’ tandasnya.

Di sisi lain, lanjut Tumanggor, dengan kondisi harga CPO yang terus turun, pemerintah juga akan kehilangan bea keluar yang sifatnya progresif. Artinya, setiap kelipatan harga CPO US$ 50, maka bea keluar naik 1,5 persen.

’’Yang terjadi sekarang, pemerintah belum memperoleh bea keluar karena harga CPO yang terus turun. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena bisa menghancurkan industri CPO Indonesia secara keseluruhan,’’ ujarnya.

Dia berharap, pemerintah segera bergerak cepat untuk menyelamatkan industri CPO Indonesia. Pemerintah harus komitmen melaksanakan mandatory biodiesel 10 persen (B10) hingga terealisasi tahun 2015 yang kemudian dilanjutkan B20 pada 2016.

Saat ini, program B10 masih terealisasi 50 persen atau sekitar 1,8 juta ton dari target yang ditetapkan yakni 3,5 juta ton. Kalau pemerintah mampu mendorong hingga 4 juta ton, maka harga CPO di dunia akan terkerek naik, karena setiap kenaikan 1 juta ton biodiesel akan mampu mengerek harga CPO sekitar US$98-100. ’’Tidak usah sampai ke level US$1200, cukup US$ 900 per ton saja, negara akan memperoleh bea keluar sebesar Rp 20 triliun,’’ ujarnya.

Program pertama ini, kata Tumanggor akan semakin cepat terealisasi jika pemerintah memberikan subsidi. Misalnya, Rp 3 per ton atau sekitar Rp 12 triliun untuk subsidi. Dengan harga CPO di kisaran US$ 900, pemerintah masih memperoleh sekitar Rp 8 triliun setelah dipotong untuk subsidi.

Dia yakin, jika subsidi diberikan, dampak positifnya cukup besar. Semuanya akan happy dan industri CPO Indonesia akan terselamatkan. Perlu diingat bahwa 43 persen CPO Indonesia adalah produk petani, lalu 51 persen dari pengusaha besar dan sisanya dari BUMN,” pungkasnya. (ris/sam/jpnn/far)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan