Hanya 37 Desa Berkategori Mandiri

BANDUNG – Dari 5.312 desa di Jawa Barat (Jabar) ternyata baru ada 37 desa yang masuk dalam kategori desa mandiri, 137 desa maju sisanya masih masuk dalam kategori tertinggal dan sangat tertinggal.

Kepala DPMD Jabar Dedi Supendi mengaku, jabatan yang baru beberapa hari diembannya memiliki tugas berat demi lahirnya pemerataan pembangunan di wilayah pedesaan. Sebab, kenyataannya masih ada desa yang masuk dalam kategori tertinggal.

Dia mengatakan, untuk menciptakan desa mandiri perlu ada terobosan dan lompatan dengan cara meningkatkan kualitas dan kapasita Sumber Daya Manusia (SDM) perangkat desa.

’’Saat ini 65 persen di bawah kesesuain pendidikan yang ditetapkan dan baru 37 desa yang dikatakan desa mandiri dari 5.312 desa,’’ kata Dedi kepada wartawan Selasa (12/3).

Untuk mewujudkan pemerataan, pihaknya sudah menyiapkan inovasi yang digagas oleh Gubernur Jabar dengan menciptakan program satu desa satu produk, penataan infrastruktur dan sistem pengelolaan keuangan desa dan masalah lainnya.

Jika ini bisa diwujudkan, kata Dedi capaian RPJMD bisa sesuai dengan target yang ditetapkan. Sebab, kedepannya gerakan membangun desa ini menjadikan desa sebagai center of excellence (pusat layanan unggulan menjadikan desa center of badgeting sehingga mengurangi urbanisasi.

Dia menuturkan, pihaknya juga akan melakukan klasifikasi desa berdasarkan kategorinya. Sehingga nantinya akan dengan mudah melakukan treatment atau penerapan program untuk masing-masing desa.

“Jumlah desa ada 5.312, di Jabar itu desa berkembang sekitar 3 ribu sekian, ada ada desa tertinggal dan sangat tertinggal. Nanti kita klasifikasikan dan dipola pembinaan antara desa yang tadi,” ucapnya.

Dia berharap, dengan berbagai langkah yang disiapkan bisa mengangkat perekonomian di pedesaan di Jawa Barat. Sehingga, pengklasteran itu, masing-masing bisa meningkat (secara ekonomi, infrastruktur dan lainnya).

Sementara itu, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, di tengah kenaikan dana desa, penggunaannya tidak hanya terfokus pada pembangunan infrastruktur desa. Melainkan perlu dialokasikan ke sektor kesehatan masyarakat.

Dia mengatakan, dengan kondisi geografis Indonesia yang luas, dibutuhkan tenaga kesehatan yang mencukupi. Apalagi di wilayah timur, tenaga kesehatan hanya ada di level Kabupaten atau kecamatan sehingga sulit dijangkau.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan