63 KK Cimanintin Terima Santunan Rp 25 Juta

SUMEDANG – Kementerian Sosial (Kemensos) menyerahkan bantuan sebesar Rp 1,6 miliar pada korban tanah bergerak di Desa Cimanintin, Kecamatan Jati Nunggal, Kabupaten Sumedang, kemarin (4/11).

Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos RI Harry Hikmat mengatakan bantuan ini terdiri dari bantuan stimulan pembangunan rumah sebesar Rp 1,575 miliar dan bantuan lumbung sosial Kampung Siaga Bencana (KSB) sebesar Rp 69,57 juta dan motor dapur umum lapangan.

”Bantuan stimulan itu diberikan kepada 63 kepala keluarga masing-masing Rp 25 juta. Disamping itu kita juga siapkan bantuan untuk KSB,” kata Harry Hikmat usai meresmikan Kampung Siaga Bencana Desa Cimanintin, Kecamatan Jati Nunggal, Kabupaten Sumedang, kemarin (4/11).

Harry menambahkan tingginya intensitas hujan di Jawa Barat beberapa waktu lalu mengakibatkan bencana alam di di beberapa titik. Salah satunya pergerakan tanah di Dusun Cimanintin Blok Babakan Sawah, Desa Cimanintin, Kecamatan Jatinunggal, Sumedang.

”Ini akibat curah hujan yang tinggi secara terus-menerus, pergerakan tanah ini telah merusak rumah warga sekitar 63 KK,” jelasnya.

Area terdampak pergerakan tanah di dusun ini mencapai 4 hektar. Warga yang berada di area tersebut dipindahkan ke tempat yang lebih aman atau direlokasi. ”Mereka yang terkena dampak telah direlokasi ke tempat yang lebih aman dengan bantuan pemerintah setempat dan Kemensos RI,” tambahnya.

Guna menghindari jatuhnya korban di kemudian hari, pemerintah telah memutuskan untuk membentuk Kampung Siaga Bencana ke 628 di dusun ini.

”Kesiagaan warga Dusun Cimanintin sangat dibutuhkan untuk meminimalisir korban. Dusun ini sangat rawan bencana. Dusun ini merupakan KSB ke 5 di Kabupaten Sumedang,” kata Harry.

Kementerian Sosial sendiri menargetkan berdirinya 100 Kampung Siaga Bencana (KSB) di sejumlah kabupaten dan kota pada tahun ini. Kemensos juga berharap KSB di Kabupaten Sumedang terus bertambah keberadaannya. Hal ini sebagai bagian dari upaya pemerintah mendorong kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Ditegaskannya, tinggal di lokasi rawan bencana bukan berarti hidup dalam kekhawatiran. Bukan pula menunggu bencana datang lalu baru menggerakkan dan melatih warga kesiapsiagaan menghadapi bencana.

”Tapi kita harus menyadari betul bahwa Indonesia adalah daerah dengan risiko rawan bencana sehingga harus selalu siaga. Dalam hal kewaspadaan ini, tentunya masyarakat yang lebih mengetahui kondisi wilayahnya masih-masing karena merupakan tempat tinggal mereka,” terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan