“Ketika semua peran itu dijalankan sesuai porsinya, dengan pejabat yang ditempatkan berdasarkan assessment dan merit system, maka birokrasi akan berjalan normal, sehat, dan produktif. Inilah arah reformasi birokrasi yang harus kita kawal bersama,” ujarnya.
Sandi juga mengingatkan bahwa tata kelola pemerintahan tidak hanya soal teknis administrasi, melainkan juga soal kepercayaan publik. Menurutnya, masyarakat menilai kualitas pelayanan publik dari bagaimana pejabat pemerintah menjalankan tugasnya di lapangan.
Lebih jauh, ia mengingatkan pengalaman pahit yang pernah terjadi di Bandung Barat ketika keputusan rotasi-mutasi pejabat dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Keputusan tersebut dinyatakan cacat prosedur sehingga menimbulkan kerugian bagi ASN sekaligus meruntuhkan wibawa pemerintah daerah.
Baca Juga:PT GAG Nikel Kembali Beroperasi, Penyelesaian Tambang di Raja Ampat Hanya Omon-Omon?Menkeu Tarik Rp200 Triliun dari BI untuk Suntikan Dana Himbara, Solusi Percepat Perputaran Ekonomi?
“Putusan PTUN ini adalah cermin bahwa prosedur harus ditegakkan. Jika mekanisme rotasi-mutasi tidak sesuai aturan, konsekuensinya bisa sangat fatal. Keputusan dibatalkan, ASN dirugikan, dan wibawa pemerintah daerah jatuh. Ini jangan sampai terulang,” tegas Sandi.
DPRD Bandung Barat, kata Sandi, akan tetap kritis dalam menjalankan fungsi pengawasan. Sikap kritis ini bukan untuk menghambat jalannya pemerintahan, melainkan memastikan setiap kebijakan benar-benar memperkuat birokrasi.
“Pengawasan ini bukan untuk menghambat jalannya pemerintahan, melainkan untuk memastikan rotasi-mutasi memperkuat birokrasi, bukan sebaliknya. Prinsipnya jelas: orang tepat di tempat yang tepat, sesuai assessment, dan berlandaskan aturan hukum. Dengan begitu, kepercayaan publik terjaga dan visi-misi pembangunan Kabupaten Bandung Barat dapat diwujudkan,” tandasnya. (Wit)
