JABAR EKSPRES – Warga Dusun Rancabulus, Desa Rejasari, Kota Banjar, memilih cara unik untuk memprotes kerusakan jalan yang terjadi di wilayahnya. Mereka melancarkan protes yang cerdas dan pedas melalui parodi karnaval yang menyoroti kegagalan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dasar. Aksi ini merupakan tamparan keras bagi pemerintah kota yang dinilai abai terhadap penderitaan warganya.
Sepanjang ruas Jalan Bantardawa yang rusak dan berlubang, warga menyulap karnaval menjadi panggung teatrikal yang menyindir. Dengan mengenakan helm kuning dan rompi oranye layaknya pekerja proyek, mereka melakukan parodi perbaikan jalan di atas genangan air yang merupakan pemandangan sehari-hari.
Adegan mereka menuangkan aspal dari drum yang kosong dan menggerakkan replika alat berat untuk meratakan material yang tak ada wujudnya, adalah simbol dari janji-janji kosong yang kerap didengungkan.
Baca Juga:Siswa di Banjar Masih Dibebani Pembelian Seragam SekolahAkomodir Tenaga Honorer, Kota Banjar Ajukan 12 Formasi PPPK Paruh Waktu
Teriakan, ‘Disetum-disetum! Jalan rusak!’ bukanlah dialog lucu, melainkan jeritan hati warga yang lelah menghadapi realitas jalan yang membahayakan dan menyulitkan mobilitas mereka.
Aksi ini, berangkat dari kekecewaan yang sangat mendalam meskipun disampaikan dengan cara yang kreatif dan berani. Menurut Kepala Desa Rejasari, Ahmad Afrizal Rizki, jalan sepanjang 1,1 kilometer itu adalah urat nadi bagi tiga dusun. Kondisinya yang rusak parah bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi telah memukul ekonomi warga, menghambat distribusi barang, dan menyulitkan akses ke pusat kesehatan dan pendidikan.
“Harapan warga sebenarnya sangat sederhana, perbaikan segera, setidaknya penambalan di titik-titik yang paling membahayakan. Namun, harapan sederhana itu tampaknya tenggelam dalam genangan air yang sama yang mereka protes,” kata dia, Senin (1/9/2025).
Respons dari Pemerintah Kota Banjar, melalui Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUTR, Harun Al Rasyid, justru terasa klise dan mengulang mantra lama yakni keterbatasan anggaran. Pengakuan bahwa jalan tersebut sudah masuk dalam usulan prioritas adalah jargon yang sudah terlalu sering didengar masyarakat di berbagai daerah.
“Ke depan kita akan mencoba lebih memprioritaskan pemeliharaan infrastruktur jalan,” kata Harun.
Karnaval satir warga Rancabulus ini adalah sebuah kritik demokrasi yang sehat. Mereka menggunakan hak berekspresi untuk menyoroti kegagalan pelayanan publik, sebuah tindakan yang seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah.
