JABAR EKSPRES – Kasus tunjangan perumahan dan transportasi yang menjerat Ketua DPRD Kota Banjar, DRK, dan Sekretaris Dewan (Sekwan), R, terus menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi.
Persoalan yang telah bergulir ke ranah pidana ini dinilai perlu dikembalikan terlebih dahulu ke ranah hukum administratif.
Dua pakar hukum terkemuka, Dr. Budiyono, S.H., M.Hum (Koordinator Magister Hukum FH Unsoed) dan Dr. Soma Wijaya, S.H., M.H (Dosen Hukum Unpad), hadir dalam sebuah seminar terbuka yang digelar oleh Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila (SAPMA PP) dan BEM STIT Muhammadiyah Kota Banjar untuk memberikan perspektif kritis dan mendalam.
Baca Juga:Ini Dia Kendaraan Rantis Brimob yang Menggilas Pengemudi Ojol, Harganya Hampir Rp1 TriliunPengemudi Ojol Tewas Dilindas Rantis Brimob, Apa Kata Istana?
Dr. Budiyono secara tegas menyampaikan adanya dugaan pelanggaran administrasi yang menjadi akar persoalan. Ia menjelaskan bahwa kerugian negara diduga bersumber dari terbitnya Peraturan Walikota (Perwal) yang mengatur tunjangan tersebut sebagai realisasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017.
Menurut Budiyono, muatan Perwal itu sendiri dinilai telah bertentangan dengan asas kepatutan dan kewajaran serta regulasi yang lebih tinggi, sehingga berindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Perwal bukanlah produk administrasi dalam penyusunan perundang-undangan. Di sini ada kesalahan di bidang hukum administrasi,” tegas Budiyono, dalam seminar baru-baru ini.
Solusi yang ditawarkannya adalah pembatalan terhadap Perwal tersebut. “Jika sudah dibatalkan, maka kerugian tadi, bagi yang sudah menerima, baru bisa diminta untuk mengembalikan. Sebaliknya, jika belum dibatalkan, permintaan pengembalian tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” jelasnya.
Budiyono menegaskan bahwa menyeret kasus ini ke ranah pidana adalah kurang tepat, karena pada dasarnya ini adalah pelanggaran hukum administratif, bukan pidana.
Ia menyarankan Walikota untuk segera memerintahkan Inspektorat sebagai aparat pengawas internal untuk bertindak, atau masyarakat dapat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
Senada dengan Budiyono, Dr. Soma Wijaya menyoroti lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara. Ia menegaskan bahwa Inspektorat Daerah tidak memiliki kewenangan mutlak untuk menentukan besaran kerugian negara.
Baca Juga:Kompolnas Desak Polisi Usut Sopir Rantis Lindas Ojol: Harus Ada Penegakan HukumKematian Driver Ojol, Cermin Buram Penanganan Demonstrasi di Indonesia
“Inspektorat hanya mendeteksi indikasi. Lembaga yang berwenang menurut undang-undang adalah BPK atau BPKP,” tegas Soma.
