Kebijakan Rombel 50 Siswa, Berpotensi Manipulasi Dana BOS hingga Matikan Sekolah Swasta!

Kebijakan Rombel 50 Siswa, Berpotensi Manipulasi Dana BOS hingga Matikan Sekolah Swasta!
Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat, Saepuloh. (ISTIMEWA)
0 Komentar

KONTEN LIPSUS

JABAR EKSPRES – Kebijakan Gubernur Jawa Barat yang menetapkan maksimal 50 siswa per rombongan belajar (rombel) dalam Surat Keputusan Gubernur menuai kecaman keras dari Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat, Saepuloh. Dalam wawancara eksklusif dengan Jabar Ekspres pada Sabtu (19/7), Saepuloh menyebut kebijakan ini bertentangan dengan regulasi nasional, merugikan sekolah swasta, menurunkan kualitas pendidikan, dan diduga sarat potensi manipulasi data Dapodik serta penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Saepuloh menegaskan bahwa kebijakan 50 siswa per rombel melanggar Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, serta Standar Nasional Pendidikan yang menetapkan maksimal 36 siswa per kelas. “Kebijakan ini jelas bertentangan dengan aturan di atasnya. Jika satu kelas diisi 50 siswa, kualitas pendidikan pasti menurun karena guru sulit memberikan perhatian optimal,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan klaim Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar yang menyebut adanya pengecualian untuk daerah tertentu dengan kondisi darurat. “Apakah Jawa Barat sudah dalam kondisi darurat? Jika tidak, alasan ini tidak relevan. Penumpukan siswa di sekolah negeri bukan solusi, apalagi mengabaikan peran sekolah swasta sebagai mitra,” tegas Saepuloh.

Baca Juga:Ketua DPRD Sastra Winara Minta Kapolres Baru Atasi Macet PuncakDiresmikan Hari Ini, Menkop: Kopdes Merah Putih Siap Beroperasi!

Menurutnya, kebijakan ini berdampak fatal pada sekolah swasta. Ia mencurigai kebijakan ini merupakan upaya untuk mengalokasikan anggaran tambahan sebesar Rp1,2 triliun pada APBD 2025 guna pembangunan ruang kelas baru dan pengadaan mebel di sekolah negeri. “Ini jelas mendiskriminasi sekolah swasta. Jika sekolah negeri terus didorong dengan fasilitas baru, sekolah swasta akan mati perlahan karena kekurangan murid,” ungkapnya.

Ia menambahkan, solusi ideal untuk mengatasi kelebihan siswa bukanlah menumpuk mereka di sekolah negeri, melainkan memaksimalkan kemitraan dengan sekolah swasta. “Banyak sekolah swasta yang memberikan pendidikan gratis bagi siswa tidak mampu. Pemerintah seharusnya memperluas beasiswa, tidak hanya untuk sekolah negeri, tetapi juga swasta, agar tidak ada siswa putus sekolah karena faktor ekonomi,” sarannya.

0 Komentar