Isi ceramah pun telah berubah. Yang seharusnya memberikan pencerahan, kini berubah menjadi ajang mencari sensasi. Bahkan ada individu yang baru saja pindah agama, tetapi langsung merendahkan agama sebelumnya. Mereka bertindak seolah-olah telah menjadi makhluk paling suci di semesta. Apa yang mereka sampaikan bukanlah dakwah, tetapi dendam pribadi yang dikemas dalam bentuk ceramah. Ironisnya, gaya murah seperti itu justru dianggap keren oleh sebagian orang.
Mereka tidak benar-benar membela kebenaran. Mereka hanya menjual racun, tapi membungkusnya seolah-olah hadiah.
Alat Politik Kekuasaan
Masuk ke ranah politik, ternyata kondisinya tak jauh berbeda, bahkan lebih kacau. Setiap lima tahun sekali, selalu muncul calon pejabat yang tiba-tiba terlihat religius. Tiba-tiba mereka rajin beribadah, menyebarkan bantuan menggunakan simbol keagamaan, seolah-olah mereka pahlawan iman. Tapi ketika sudah duduk di kursi kekuasaan, perhatian mereka justru tertuju pada akun pribadi, bukan rakyat yang mereka wakili.
Baca Juga:Gudang Garam Terancam Bangkrut, Ancaman Rokok Ilegal dan Vape Makin NyataAplikasi AMV Mengklaim Legal dan Punya Kantor Tapi Penghasil Uang Skema Ponzi
Ada juga calon pejabat yang, dalam masa kampanye, menyebut-nyebut Palestina demi meraih simpati. Mereka berjanji akan memperjuangkan kemerdekaan Palestina seolah-olah, jika terpilih, mereka akan menjadi juru damai dunia. Padahal, tugas utama mereka adalah mengurus rakyat dan negara mereka sendiri, bukan berfantasi menjadi pahlawan global yang bisa mengendalikan sidang PBB.
Saya yakin seribu persen bahwa semua ini hanyalah tipuan politis demi mengumpulkan suara. Bahkan partai politik yang mengatasnamakan agama pun, saat tampil di depan kamera, tidak kalah korup dibandingkan yang lain.
Mereka berbicara tentang moralitas, menyampaikan kata-kata dengan sopan, namun di balik meja mereka sibuk mengatur proyek, menyusun anggaran, dan menerima amplop. Agama digunakan sebagai alat pencitraan di ruang publik, padahal perilaku mereka lebih kotor dari sampah.
Jika Anda menganggap ini berlebihan, cukup saksikan berita. Ada tokoh agama yang dulunya diidolakan, kini ditangkap karena korupsi dan skandal. Anehnya, para pengikutnya tetap membela mati-matian, bahkan sampai berkata, “Jangan mengkritik ulama.” Seolah-olah jika seorang ulama mencuri, ia kebal dari kritik.
Melangggengkan Feodalisme
Yang paling memprihatinkan adalah ketika agama dijadikan alat untuk melanggengkan feodalisme. Ada tokoh yang dipuja-puja, disembah layaknya dewa, di hadapannya orang-orang bersujud, mencium kakinya, bahkan rela meminum air bekas cucian tangannya. Ini bukan iman, ini adalah bentuk penyesatan massal yang dibungkus dengan dalih religiusitas.
