Walhi Soroti Lemahnya Pengelolaan Sampah Pasar di Bandung

Petugas mengangkut sampah ke atas truk di Pasar Induk Gedebage, Kota Bandung, Jumat (9/5). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
Petugas mengangkut sampah ke atas truk di Pasar Induk Gedebage, Kota Bandung, Jumat (9/5). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES — Walhi Jawa Barat menyoroti lemahnya pengelolaan sampah dari kawasan komersial, khususnya pasar-pasar di Kota Bandung, sebagai bagian dari persoalan utama sampah yang belum terselesaikan.

Bagian Tim Advokasi Pengelolaan Sampah Walhi Jabar, Jefry Rohman menyebut, terlebih Kota Bandung sebagai penyumbang sampah terbesar di Bandung Raya dengan produksi mencapai 2.500 ton per hari.

“Solusi kami beberapa kali sampaikan dalam audiensi dengan gubernur dan kampanye publik, justru sampah dari kawasan komersial harus diperhatikan,” kata Jefry Rohman saat dikonfirmasi Jabar Ekspres, baru-baru ini.

Baca Juga:Pameran “Senang Bersamamu” Buka Lembaran Baru Bale Paragon di BandungFoodcourt Alun-Alun Ciamis Senilai Rp34,5 Miliar Kebanjiran, Pedagang: Proyek Miliaran, Kok Hasilnya Seperti Ini?

“Karena mereka diberi tanggung jawab oleh undang-undang untuk mengolah sampah dari sumber,” imbuhnya.

Menurut Jefry, kawasan komersial seperti pasar memiliki kemampuan finansial yang memadai dan seharusnya bisa mandiri dalam pengelolaan sampah. Namun kenyataannya, pengelolaan itu tidak berjalan karena kurangnya kemauan.

Dirinya mencontohkan Pasar Gedebage, yang melibatkan Perumda Pasar, PT Ginanjar, dan Paguyuban Pedagang. “Ini ada pihak yang menarik di air keruh atau oknum yang menikmati permasalahan sampah ini,” ujarnya.

Jefry juga menyampaikan kekhawatiran atas rencana pembangunan insinerator di Bandung Raya yang dinilai mengabaikan standar lingkungan. Walhi telah menyampaikan keberatan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait penyebaran insinerator.

Menurut Jefry, KLHK menyatakan bahwa ada standar ketat terhadap teknologi tersebut, tetapi Walhi tetap menolak penggunaannya. “Jelas Walhi menolak, karena akan banyak mudarat ketimbang manfaat,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa insinerator atau PLTSa tetap menghasilkan polutan yang berbahaya seperti dioksin, serta memerlukan konsumsi air dalam jumlah besar yang berpotensi merusak sumber air jika dibangun di dekat permukiman seperti di Legok Nangka.

Jefry menambahkan, rencana penggunaan insinerator juga dapat mematikan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Baca Juga:POSNU Pertanyakan Transparansi Kejaksaan dalam Kasus Tunjangan DPRD BanjarBegini Kronologi Terjadinya Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut Menurut Warga Sekitar

“Kalau rencana ini ditetapkan, kami tidak menjamin masyarakat akan patuh dengan arahan dan imbauan seperti pemerintah atau aktivis lingkungan,” pungkasnya.

0 Komentar