Farhan Dukung Pendidikan Militer, Psikolog: Harus Ada Kategori Kenakalan Remaja Dulu!

JABAR EKSPRRES – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bakal mengirimkan surat edaran terkait penerapan kebijakan pendidikan militer, kepada seluruh orang tua siswa di Kota Bandung. Hal tersebut merupakan tindaklanjut dukungan program besutan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Sebelumnya, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menyatakan dukungannya terkait program yang banyak menuai pro-kontra di kalangan elit tersebut.

Akan tetapi, menurut Farhan, sebagai wilayah yang bernaung di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sudah sepatutnya Pemkot Bandung ikut menyukseskan program tersebut.

Menanggapi hal ini, Akademisi sekaligus tim psikologi lembaga pendidikan Martasandy Psychology Indonesia, Rizky Romadhon ikut buka suara soal Pemkot Bandung yang akan segera menjalankan program tersebut.

BACA JUGA:  4 Kecamatan di Kota Bandung Disasar Program Berbenah Kampung, 500 Rumah Bakal Direhab

Dirinya meminta agar Pemkot Bandung bisa melakukan pengkategorisasian soal tingkat kenakalan remaja, sebagai acuan siswa harus menjalankan pendidikan di barak militer.

“Masih perlu kategorisasi tingkat kenakalan yang seperti apa yang mengharuskan seseorang mengikuti pendidikan militer. Karena ini penting guna melakukan pendekatan,” katanya kepada Jabarekspres, Senin (5/5).

Menurutnya, pembinaan siswa di barak militer bisa menghasilkan dua hal yang bertolakbelakang. Pertama yakni pendidikan militer dapat memberikan dampak positif, terutama dalam hal pembentukan sikap kepemimpinan dan rasa tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

Namun, salah satu potensi yang perlu diwaspadai adalah munculnya sikap arogansi pada individu, terutama jika mereka merasa dipaksa atau tidak melalui proses penerimaan yang baik. Karena hal ini berakar dari para orangtua siswa.

BACA JUGA: UMKM Alas Kaki di Kota Bandung Tersenggol Kebijakan Ekspor-Impor Amerika

“Hal ini bisa menjadi positif, karena secara aspek kepemimpinan akan dilatih sehingga akan memunculkan rasa tanggung jawab atas tindakannya kelak,” ujarnya.

“Akan tetapi ada potensi arogansi pada individu jika memang sedari awal tidak ada proses penerimaan atau keterpaksaan dalam melaksanakan pendidikan tersebut,” tambahnya.

Oleh karena itu, kata dia, penting adanya mekanisme dan regulasi yang jelas serta tepat sasaran dalam penerapan kebijakan ini, agar hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan