TARI tidak harus digelar di panggung megah. Di Gang Dipa yang sempit dan padat di kawasan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, tubuh-tubuh penari berputar, menghentak, dan mengalir bersama denyut warga. Sejak Senin malam hingga Selasa siang, tarian tak henti dimainkan selama 24 jam.
Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.
Langit masih terang. Terik menyorot para penari. Langkah-langkah pertama penari mulai bergema dari pemukiman warga. Direktur Bongkeng, Deden Bulenk, menyulut semangat lewat gerakan tari sebagai bentuk penghormatan pada Hari Tari Dunia yang jatuh setiap 29 April.
Bukan pertunjukan biasa, tahun ini mereka menggelar 24 Jam Menari dengan titik awal dari permukiman padat di Gang Dipa. Dia menyebut acara ini diikuti oleh para penari dari berbagai daerah: Indramayu, Serang, Sumedang, Kabupaten Bandung, hingga Ciamis.
BACA JUGA: Diduga Mengantuk, Sopir Travel Tabrak Truk di Tol Cisumdawu: Kapolres Sumedang Ungkap Fakta Ini
“Penari akan terus berdatangan. Kita sudah bergerak ke kelurahan, mampir ke kecamatan, nanti ke Monju, Gedung Sate, alun-alun, lalu kembali lagi ke sini,” kata Deden kepada Jabar Ekspres di sela-sela kegiatan.


Mereka tak hanya menari di satu titik. Di tengah lorong sempit, halaman kantor kelurahan, atau pelataran taman kota, para penari berpindah, menebar tarian, memancing interaksi dengan warga.
Dia menceritakan, sejak pukul 19.00 malam sebelumnya, gerakan tubuh tak pernah berhenti. Tak ada panggung tinggi, hanya lantai semen dan memancing kerumunan warga yang penasaran.
Seorang penari muda, Sarah Bolusi, 16 tahun, datang jauh-jauh dari Indramayu. Di sela istirahat, ia bercerita mengenai warna-warni kegiatan tersebut. “Kami menari sambil mengajak warga ikut menari juga. Semoga seni tari makin dikenal dan dilestarikan,” ujarnya.