Warga Sukahaji Kecewa Usai Bertemu Gubernur Dedi Mulyadi di Gedung Pakuan

JABAR EKSPRES — Ratusan warga Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, sempat mendatangi Gedung Pakuan untuk bertemu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Rabu (16/4) kemarin.

Namun, pertemuan yang diharapkan membawa kejelasan atas status lahan yang disengketakan itu justru berakhir tanpa hasil konkret. Warga pun kecewa.

Apit (46), warga Sukahaji, mengatakan mereka datang atas undangan lisan yang diterima beberapa jam sebelum pertemuan berlangsung.

Dirinya mempertanyakan keabsahan undangan yang tidak disertai kop surat resmi. “Ada yang diundang jam 12, jam setengah 2, bahkan ada yang jam 5 sore. Tidak jelas,” ujarnya.

BACA JUGA:Terkait Dugaan Mafia Tanah di Sengketa Lahan Sukahaji, BPN Masih Tunggu Validasi Polisi

Dalam pertemuan sebelumnya di lokasi sengketa, Gubernur Dedi menyatakan lahan yang ditempati warga adalah milik sebuah perusahaan. Namun Apit menolak klaim itu karena belum ada putusan pengadilan yang inkrah. “Kalau pengadilan sudah memutuskan, saya legowo. Tapi sampai sekarang belum ada,” katanya.

Warga lainnya, Ronald (46), menyebut pertemuan di Gedung Pakuan tidak membahas substansi persoalan hukum yang menjadi tuntutan warga. “Ini sangat mengecewakan. Terlihat justru seperti strategi memecah belah,” kata dia.

Ronald menegaskan warga akan terus bertahan dan menolak pengosongan lahan sampai ada putusan pengadilan yang sah. Sampai ke presiden pun, katanya, warga bakal tetap melawan.

Sementara itu, sebagian warga disebut masih menolak uang kerohiman sebesar Rp5 juta dari pihak pengklaim lahan. “Kami belum bisa ambil keputusan. Tawaran kontrakan juga masih didiskusikan,” kata Sobbin, warga RW 4. Ia mengaku telah tinggal di lahan tersebut sejak 1998.

BACA JUGA:Menanti Ujung Sengketa Lahan di Sukahaji

Kuasa hukum warga, Fredi Pangabean, menyebut belum ada keputusan final usai pertemuan dengan pemerintah provinsi. Menurutnya, keputusan akan diambil setelah warga melakukan musyawarah. “Kami hanya mendukung apa yang menjadi keputusan masyarakat,” kata Fredi.

Fredi menyebut para kliennya adalah penggarap yang sah. Hal ini lantaran mereka telah menetap selama puluhan tahun di atas lahan yang diklaim sebagai tanah guntai.

Ia menyayangkan munculnya klaim sepihak dari pihak lain. “Tiba-tiba saja ada yang mengaku itu miliknya,” sesalnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan