Proyek Wisata BUMD Dibongkar, Indonesia Audit Watch Dukung Gubernur Libatkan BPK

JABAR EKSPRES – Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit alih fungsi lahan di Jabar, termasuk di dalamnya audit terhadap sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jabar.

Bahkan, langkah tersebut didukung Indonesian Audit Watch (IAW).

Desakan audit itu sebagai respons terhadap berbagai bencana yang terjadi akibat kerusakan lingkungan di Jabar. Salah satunya, pembongkaran Wisata Hibisc Fantasy Puncak di Kabupaten Bogor.

BACA JUGA: Kementerian KLHK Lakukan Penyegelan Bangunan di Puncak, Dedi Mulyadi: Harusnya Dibongkar!

Objek wisata tersebut dikembangkan PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ) yaitu sebuah perusahaan anak usaha dari PT Jaswita Jabar. Selain masalah alih fungsi lahan, PT JLJ juga diduga hanya dipinjam sebagai bendera.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus menuturkan, langkah itu cukup positif. Hal itu untuk semakin memperjelas tata kelola BUMD di Jabar.

Apalagi selain polemik proyek di puncak itu, kinerja BUMD di Jabar juga memprihatinkan.

“Langkah itu (Pelibatan audit BPK.red) strategis. Itu patut jadi contoh,” bebernya.

BACA JUGA: Geram Bantaran Sungai Jadi Pemukiman, Dedi Mulyadi Segera Keluarkan Pergub Alih Fungsi Lahan di Jabar

Iskandar melanjutkan, audit menyeluruh oleh BPK adalah instrumen hukum yang sah untuk membongkar potensi fraud dan maladministrasi yang berujung pada kerugian negara. Karena itu, harapanya BPK juga segera bersiap untuk bisa menindaklanjuti.

“Jangan sampai BUMD hanya jadi alat permainan kelompok tertentu,” cetusnya.

Iskandar mencontohkan, proyek wisata di Puncak itu banyak kejanggalan. Pertama terkait perizinan, karena pembangunan di atas lahan 15.000 meter persegi. Padahal izin hanya 4.800 meter persegi.

BACA JUGA: Ini Alasan Dedi Mulyadi Menangis Saat Melihat Hutan di Bogor yang Gundul: Area Sakral yang Rusak

Kejanggalan lain adalah dugaan alih fungsi lahan yang ilegal, sebab lahan perkebunan dialihkan tanpa izin alih fungsi dari Kementerian ATR/BPN. Hal ini dapat melanggar ketentuan di dalam UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

Harapanya dengan audit menyeluruh itu bisa membongkar praktik-prakti kejanggalan serupa. Sehingga berbagai kerugian negara makin teredam.(son)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan