JABAR EKSPRES – Ketua Paguyuban Pasar Induk Gedebage, Agus, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pengelola pasar, PT Ginanjar. “Kami sudah berulang kali meminta pengelola untuk bertanggung jawab, tetapi sampai sekarang tidak ada langkah konkret,” katanya.
Agus menjelaskan bahwa paguyuban sudah melakukan upaya swadaya dengan mengangkut sampah secara rutin, namun karena keterbatasan alat dan dana, hanya sebagian kecil sampah yang bisa diolah.
Menurutnya, biaya pengangkutan sampah yang tinggi menjadi kendala utama. “Biaya pengangkutan ke DLH mencapai Rp158 ribu per kubik, sementara pemasukan dari pedagang tidak mencukupi. Kami benar-benar kesulitan,” tambahnya.
Baca Juga:Merunut Masalah Sampah Pasar Induk GedebageTPA Sarimukti Overload, Ternyata Empat Daerah Ini Biang Keroknya!
“Memang ada masalah dengan kapasitas pengolahan sampah. Mesin gibrik yang kami miliki hanya mampu mengolah 5 persen dari total 20 ton sampah per hari,” ungkap Faisal.
Faisal juga menambahkan bahwa sampah yang ada sebagian besar adalah sampah organik, sementara DLH hanya menerima sampah residu.
“Kami berharap mesin pengolahan baru yang akan datang bisa membantu mengurangi volume sampah. Dengan mesin baru, harapannya bisa mengolah hingga 60 persen sampah yang ada,” jelasnya.
“Pengelolaan sampah harus dimulai dari pengolahan di tempat, bukan hanya mengandalkan pengangkutan,” katanya.
Sementara itu, Faisal optimis bahwa dengan adanya mesin baru, masalah sampah di Gedebage bisa diselesaikan secara bertahap. “Kami berusaha agar sampah tidak terus menumpuk. Kami bekerja keras agar progres pengolahan sampah ini terlihat jelas,” tegas Faisal.
