JABAR EKSPRES – Operasional Biskita Trans Pakuan Kota Bogor di dua koridor terancam dikurangi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pada 2025 mendatang.
Dua koridor tersebut yakni, koridor 5 rute Ciparigi – Stasiun Bogor dan koridor 6 jurusan Parung Banteng – Air Mancur.
Hal itu lantaran subsidi Buy The Service (BTS) Biskita Trans Pakuan distop oleh pemerintah pusat pada tahun depan.
Sementara itu, kekuatan APBD Kota Bogor hanya mampu membiayai operasional dua koridor Biskita lantaran hanya dianggarkan Rp10 miliar pada 2025.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Marse Hendra Saputra membenarkan hal itu. Pihaknya memastikan bahwa operasional Biskita akan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Dengan demikian, akan ada penghentian operasional terhadap koridor yang tingkat keterisian penumpangnya rendah, seperti koridor 5 dan 6.
“Jadi akan kami sesuaikan dengan kemampuan anggaran. Jadi koridor yang tingkat keterisian penumpang sedikit akan dihentikan,” kata Marse dikutip Senin, 9 Desember 2024.
Sementara untuk koridor dengan tingkat keterisian tinggi akan menjadi prioritas Pemkot Bogor, yakni koridor 1 yang melayani rute Terminal Bubulak – Cidangja v dan koridor 2 jurusan Terminal Bubulak- Baranangsiang – Ciawi.
Sebelumnya, Wakil Ketua III DPRD Kota Bogor, Dadang Iskandar Danubrata mengatakan bahwa Badan Anggaran (Banggar) DPRD hanya setuju menganggarkan Rp10 miliar untuk membantu operasional dua koridor Biskita selama satu tahun.
“Sementara kami hanya setuju menganggarkan Rp10 miliar. Mungkin nanti saat APBD Perubahan 2025 bisa ditambah,” ucap dia.
Kendati demikian, lanjut Dadang, operasional Biskita akan tetap dilakukan oleh pihak ketiga melalui mekanisme lelang, yang rencananya akan dilaksanakan usai APBD 2025 disahkan.
“Jadi siapapun boleh ikut bukan hanya Kodjari. Itu lebih transparan,” ungkap Politisi PDI Perjuangan ini.
Dadang menambahkan bahwa operasional Biskita tak memungkinkan dilaksanakan langsung oleh Perumda Transportasi Pakuan (PTP).
Hal itu lantaran harus disertakan dengan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) melalui mekanisme peraturan daerah (perda).
“Kalau dijalankan PTP harus melalui PMP, dan mesti dibuatkan dulu perda-nya. Jadi PTP belum siap,” terangnya.
PTP, sambung Dadang, bisa bergerak di bidang lain seperti pengelolaan halte yang sudah ada, termasuk pemasangan reklame.