Setelah itu Mochtar bersama Emil dan Tetian Wahyudi mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal, melalui CV Salsabila Utama selaku perusahaan yang dikendalikan oleh ketiganya, untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
BACA JUGA:Berkas Perkara Telah Dilimpahkan, Harvey Moeis Segera Disidangkan?
Kemudian, Mochtar dengan Alwin melakukan pembayaran biji timah sebanyak lima persen dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta, yang melakukan penambangan ilegal. Dan pencatatannya direkayasa seolah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah.
Ketiganya kemudian melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik lima smelter swasta, untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah. Yang bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter tersebut.
“Para pemilik smelter swasta dimaksud tidak memiliki competent person (CP) sehingga tidak dapat diterbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)-nya. Tetapi memiliki banyak stok bijih timah yang bersumber dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah,” tutur JPU.
JPU menuturkan, selanjutnya bersama dengan Emil, Alwin, dan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PR RBT menyepakati harga sewa peralatan pengolahan penglogaman timah, sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per ton untuk PT RBT. Dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya, tanpa kajian atau feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur.