JABAR EKSPRES – KBRI Seoul akan terus berupaya untuk mendapatkan fasilitas bebas visa bagi warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan kunjungan singkat ke Korea Selatan.
“Ini sudah lama menjadi perhatian kita,” kata Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Seoul Teuku Zulkaryadi di Seoul, pada Selasa (14/5).
Dalam pertemuan dengan delegasi wartawan Indonesia yang mengikuti program “Indonesia Next Generation Journalist Network on Korea“, dia menjelaskan beberapa hal yang masih menjadi hambatan dalam mencapai kerja sama bebas visa antara kedua negara.
Salah satu kendala utama, kata Yadi, adalah asas resiprokal atau timbal balik yang biasanya berlaku dalam hubungan diplomatik antara kedua negara.
“Kalau kita minta bebas visa kunjungan singkat, mereka juga pasti minta bebas visa untuk warga negara Korea (mengunjungi Indonesia),” ujarnya.
Namun, saat ini pemerintah Indonesia hanya memberlakukan visa on arrival (VoA) bagi warga Korea yang melakukan kunjungan singkat ke Indonesia.
Baca juga: G20 Apresiasi Gencatan Senjata Israel dan Hamas, Namun Pertikaian Solusi Tetap Berkecamuk
“Permasalahannya, Korea tidak mengenal kebijakan visa on arrival. Sementara kita mintanya bebas visa. Ini masih menjadi perdebatan karena kita belum pernah menemukan timbal balik yang sepadan,” kata dia.
Meskipun demikian, jika Korea Selatan akhirnya memberikan fasilitas bebas visa bagi WNI, para pengunjung Indonesia tetap harus mendaftar melalui sistem daring, seperti yang diterapkan oleh Korea Selatan untuk sekitar 70 negara mitranya.
Hambatan kedua dalam negosiasi visa antara kedua negara adalah kekhawatiran Seoul akan meningkatnya jumlah WNI yang bekerja secara ilegal di Korea. Dari sekitar 50.000 pekerja migran Indonesia di Korea, sekitar 10.000 di antaranya bekerja secara ilegal.
Kekhawatiran atas tenaga kerja ilegal dari Indonesia dianggap lebih serius oleh Korea Selatan daripada dari negara lain seperti China atau Vietnam.
Hal ini membuat penyelesaian isu visa menjadi lebih kompleks, karena banyak perusahaan di Korea Selatan enggan mengungkapkan legalitas para pekerja asing yang mereka gunakan.
“Itu lah mengapa isu ini menjadi sangat sulit diselesaikan,” kata Yadi.