IDUL FITHRI: Kembalinya Indentitas Sejati Manusia, Korelasi Antara Shaum Ramadhan dan Fithroh Manusia

Pertama, Kata Fithroh

Kata fithroh Alloh sebutkan dalam Al-Quran,

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

Hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Alloh; (tetaplah atas) fithroh Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fithroh itu. tidak ada peubahan pada fithroh Alloh.
(QS. Ar-Rum: 30).

Ibnul Jauzi menjelaskan makna fithroh,

الخلقة التي خلق عليها البشر

“Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi tersebut.”
(Zadul Masir, 3/422).

Dengan demikian, setiap manusia yang dilahirkan, dia dalam keadaan fithroh. Telah mengenal Alloh sebagai sesembahan yang Esa, namun kemudian mengalami gesekan dengan lingkungannya, sehingga ada yang menganut ajaran nasrani atau agama lain. Ringkasnya, bahwa makna fithroh adalah keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan.

Kedua, kata Fithri

Kata fithri berasal dari kata afthara – yufthiru [arab: أفطر – يفطر], yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut Idul Fithri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa ramadhan.

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya

1. Hadis tentang anjuran untuk menyegerakan berbuka,

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, Rosuululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى يؤخّرون

“Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang yahudi dan nasrani mengakhirkan waktu berbuka.”
(HR. Ahmad 9810, Abu Daud 2353, Ibn Hibban 3509 dan statusnya hadits hasan).

Dari Sahl bin Sa’d rodhiyallohu ‘anhu, Rosuululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تزال أمَّتي على سُنَّتي ما لم تنتظر بفطرها النّجوم

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya bintang.”
(HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih).

Kata Al-Fithr pada hadis di atas maknanya adalah berbuka, bukan suci. Makna hadis ini menjadi aneh, jika kata Al-Fithr kita artikan suci.

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berSUCI dengan terbitnya bintang”

Dan tentu saja, ini keluar dari konteks hadis.

2. Hadis tentang cara penentuan tanggal 1 ramadhan dan 1 syawwal

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, Rosuululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ

“Hari mulai berpuasa (tanggal 1 ramadhan) adalah hari di mana kalian semua berpuasa. Hari berbuka (hari raya 1 Syawwal) adalah hari di mana kalian semua berbuka.”

Tinggalkan Balasan