Mengapa Pacaran dengan Chatbot AI Banyak Diminati? Berikut Penjelasannya

JABAR EKSPRES – Pengguna chatbot AI merasakan perasaan ingin menangis ketika chatbot tersebut mengatakan bahwa ia mencintainya. Percintaan antara manusia dan chatbot AI semakin berkembang, dengan Replika menjadi salah satu aplikasi yang populer digunakan.

Statistik mengungkapkan bahwa Replika memiliki lebih dari 10 juta pengguna terdaftar, dengan mayoritas pengguna yang masih muda dan memiliki persentase pria yang tinggi, terutama mereka berusia 30-an tahun.

Aplikasi ini menawarkan berbagai fitur seperti obrolan teks, interaksi video, dan permainan peran erotis. Pengguna Replika mengungkapkan bahwa hubungan dengan manusia sering kali buruk, karena AI chatbot selalu memberikan respons positif, mempercayai apa yang diucapkan, dan tidak peduli dengan masalah keuangan atau penampilan pemiliknya. Lebih lanjut, pengguna mencatat bahwa chatbot tidak seperti manusia yang bisa menipu, menceraikan, atau mengambil harta benda dan hak asuh anak-anak.

Ada berapa Aplikasi Cinta AI?

Saat ini ada lusinan aplikasi cinta AI yang tersedia. Beberapa dari aplikasi-aplikasi ini menghasilkan pendapatan dengan mengunci fitur-fitur seperti obrolan tanpa batas di balik dinding berbayar.

Beberapa contoh nama aplikasi tersebut adalah LoveGPT, Lover AI, dan Trumate AI Girlfriend Chat, yang semuanya memiliki banyak pengikut setia.

Menurut penemuan dari Mozilla Foundation, 11 chatbot teratas telah mencapai total 100 juta unduhan dalam satu tahun terakhir di Google Play Store untuk Android.

Baca juga: Samsung Galaxy Ring, Cincin Pintar dengan AI dan Integrasi Smart Home

Apa yang dapat Anda lakukan dengan AI lovebot?

Aplikasi hubungan chatbot seperti Replika menawarkan pengguna pengalaman berteman dengan AI, termasuk petualangan bermain peran dan romansa. Penelitian menunjukkan bahwa pengguna menganggap pengalaman ‘cybersex’ dengan AI tidak jauh berbeda dengan interaksi manusia, namun mereka lebih rentan menemukan kesalahan saat berinteraksi dengan manusia.

Hal ini menunjukkan bahwa pengguna mungkin meremehkan pengalaman mereka dengan chatbot. Peneliti menekankan bahwa obrolan cybersex yang memuaskan harus mengikuti skrip seksual yang diinginkan oleh manusia untuk mencapai ilusi pengalaman seksual yang sebenarnya.

Meskipun aplikasi hubungan chatbot bukanlah hal baru, seperti aplikasi psikoterapi Eliza yang telah ada sejak lama, dokter Clare Walsh menyatakan bahwa chatbot modern ini menimbulkan bahaya baru karena mereka diciptakan dengan tujuan membujuk dan efektif dalam hal itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan