Bandung – Bahas Raperda tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH),
Pansus 7 DPRD Kota Bandung ajak warga peduli lingkungan hidup.
“Poin kami yang tentunya adalah pertama bagaimana masyarakat punya kesadaran kaitan perlindungan lingkungan sekitar. Yang mana sampai saat ini masyarakat berkenaan dengan lingkungan hidup seperti tidak peduli, ” ungkap anggota Pansus 7 Rizal Khairul.
Rizal mengatakan, perlindungan terhadap lingkungan hidup harus menjadi program. Tentunya, ini juga perlu adanya kesadaran masyarakat untuk ikut serta melindungi lingkungan, paling tidak lingkungannya sendiri.
“Selama ini masyarakat seadanya , tidak peduli lingkungan. Yang penting untuk kenyamanan diri sendiri dan untuk hari itu saja, ” ujarnya.
Namun, ungkap Rizal, dengan adanya Perda ini maka pemerintah pun harus berupaya mengedukasi masyarakat kaitan dengan lingkungan hidup. Terutama dalam pola atau pembangunan infrastruktur yang memang harus diciptakan untuk dipelihara oleh masyarakat itu sendiri.
“Nah pemerintah dalam hal ini memberikan regulasi atau pun batasan batasan mana yang boleh dan tidak dibangun. Selama ini masyarakat kadangkala tidak memperhatikan itu, apalagi dalam kondisi pembangunan rumah hanya beberapa petak, yang pada akhirnya masyarakat itu (punya pikiran, red) ‘ah udah untung punya rumah’. Tapi setidaknya ada masyarakat yang peduli bagi lingkungan sendiri, ” ungkapnya.
Melalui Perda ini, katanya, masyarakat diajak untuk melindungi lingkungan minimal, di lingkungan sendiri. Selain itu, masyarakat juga bisa melakukan pengawasan. Misalnya ketika ada warga yang membangun rumah gede dengan efek kaca, masyarakat yang lihat bisa melaporkannya.
“Masyarakat juga bisa ada fungsi kontrolnya karena itu juga menyebabkan rusaknya lingkungan. Atau ada program drumpori magotisasi bisa ikut serta terlihat karena itu juga sebagai upaya menjaga lahan, ” terangnya.
Dalam pembangunan, ungkap Rizal, pembahasan kemungkinan juga diusulkan. Misalnya dalam sebuah pembangunan, 80 persen bangunan dan 20 persen untuk ruang terbuka hijau. Meski memang dalam praktiknya, kadangkala tidak seperti itu, masih banyak yang abai.
“Aturan itu harus dipertahankan dalam konteks rancangan yang kita bahas. Kita identifikasi masukan dalam raperda ini. Sebanyak 20 persen untuk RTH, 80 persen bangunannya, harusnya lebih tapi lahan kitab terbatas, ” ungkapnya.