Krisis Bayi Korea Selatan: Insentif $270 Miliar Gagal Meningkatkan Kesuburan

JABAR EKSPRES – Krisis demografi di Korea Selatan semakin memburuk, dengan data terbaru menunjukkan penurunan rekor baru dalam angka kelahiran negara pada tahun 2023, yang sudah merupakan yang terendah di dunia. Upaya pemerintah untuk mendorong keluarga memiliki lebih banyak anak belum membuahkan hasil yang diinginkan.

Hal ini terjadi di tengah laporan bahwa populasi Korea Selatan telah berkurang selama empat tahun berturut-turut, mirip dengan situasi yang dialami oleh Jepang, tetangganya, yang juga mengalami penurunan populasi dan kelahiran.

Tingkat kesuburan Korea Selatan turun menjadi 0,72 anak per wanita pada tahun 2023, menurun dari 0,78 tahun sebelumnya, menurut Statistics Korea. Angka ini jauh di bawah angka pengganti 2,1 anak per wanita yang diperlukan untuk mempertahankan populasi stabil.

Dengan angka kelahiran yang terus menurun, diperkirakan populasi Korea Selatan akan berkurang menjadi setengah dari jumlah saat ini menjadi 26,8 juta pada tahun 2100.

Baca juga: Jepang Alami Krisis Kelahiran Bayi Terendah dalam Sejarah, Pemerintah Peringatkan Keadaan Kritis

Meskipun telah menginvestasikan lebih dari 360 triliun won dalam upaya untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk subsidi tunai dan dukungan untuk pengobatan ketidaksuburan, Korea Selatan belum berhasil mengatasi tantangan ini. Beberapa alasan utama termasuk biaya pengasuhan anak yang tinggi, harga properti yang melonjak, kurangnya pekerjaan yang layak, dan sistem pendidikan yang ketat.

Presiden Yoon Suk Yeol telah menetapkan penanganan krisis kelahiran sebagai prioritas utama, dengan janji untuk mengambil langkah-langkah luar biasa. Namun, tantangan budaya, termasuk beban tanggung jawab pengasuhan anak yang lebih besar pada ibu dan penurunan jumlah pernikahan, juga berperan dalam krisis demografi ini.

Dalam menghadapi “kepunahan nasional” yang mungkin terjadi, partai-partai politik di Korea Selatan menawarkan kebijakan baru menjelang pemilihan majelis nasional, termasuk penyediaan lebih banyak perumahan umum dan pinjaman yang lebih mudah, untuk mengurangi beban biaya hidup yang menjadi salah satu penghalang utama untuk memiliki anak.

Situasi di Korea Selatan mencerminkan masalah demografi yang lebih luas di Asia Timur, dengan Jepang juga melaporkan penurunan rekor jumlah kelahiran dan perkawinan. Krisis ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan sosial dan ekonomi kedua negara, dengan populasi yang menua dengan cepat dan kurangnya generasi muda untuk mendukung mereka.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan