JABAR EKSPRES – Malam 27 Rajab merupakan malam yang istimewa, karena pada malam tersebut tepatnya di tahun kesepuluh paska kenabian (Nubuwah), Nabi Muhammad mengalami peristiwa luar biasa yang di sebut dengan Isra Mi’raj. Banyak yang memanfaatkan malam 27 Rajab, untuk membaca amalan doa Isra Mi’raj, yang diyakini Allah akan mengabulkan segala doa kita.
Selain menjadi moment turunnya perintah Sholat fardhu, peristiwa Isra Mi’raj juga menjadi moment istimewa tak terlupakan bagi Nabi Muhammad dan umat Islam.
Karena dalam perjalanan Isra Mi’raj tersebut, Nabi Muhammad naik keatas langit dengan ditemani malaikat Jibril dalam wujud aslinya.
Nabi Muhammad juga bertemu dengan para nabi sebelumnya, bahkan beliau menjadi imam sholat. Hal ini merupakan penghormatan besar dan bukti kemuliaan Nabi Muhammad sebagai pemimpin para Nabi.
Bukan hanya Itu, pada malam Isra Mi’raj, nabi muhammad juga mengunjungi berbagai tempat menakjubkan, yang belum pernah dilihat umatnya sebelumnya.
Dan yang paling istimewa adalah, Nabi Muhammad bisa bertemu dan melihat langsung Allah. Suatu peristiwa yang sangat menggetarkan dada bagi siapapun yang mendengarnya.
Jangankan melihat Allah, bisa melihat Nabi Muhammad di surga saja sudah menjadi harapan terbesar bagi seluruh umat islam.
Karenanya, malam 27 Rajab, senantiasa dimanfaatkan umat islam untuk bermunajad dan memperingati keistimewaan dan kemuliaan Nabi Muhammad, sambil terus mengamalkan doa-doa.
Amalan dan Doa Isra Mi’raj
Dilansir dari laman Nuonline, ada amalan doa yang bisa dibacakan saat malam Isra Mi’raj, seperti dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Abdullah bin Hasan al-Halabi al-Qadiri.
Dalam kitabnya beliau menjelaskan bahwa doa berikut memiliki keistimewaan yang sangat besar.
مَنْ قَرَأَ بِهَذَا الدُّعَاءِ لَيْلَةَ السَّابِعِ وَالْعِشْرِيْنَ مِنْ رَجَبَ ثُمَّ يَسْأَلُ الله حَاجَتَهُ فَاِنَّهَا تُقْضَى بِاِذْنِ اللهِ
Artinya, “Barang siapa yang membaca doa ini pada malam 27 Rajab, kemudian meminta kepada Allah (untuk dipenuhi) kebutuhannya, maka akan dipenuhi kebutuhannya dengan izin Allah.” (Abdullah al-Halabi, Nurul Anwar wa Kanzul Abrar fi Dzikris Shalati ‘alan Nabi al-Mukhtar, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 38).