Diplomasi TNI Sudah Dilaksanakan dari Era Presiden Soekarno

Pertama faktor ancaman terhadap keselamatan negara dan bangsa, dan faktor keterlibatan TNI dalam tugas internasional atau luar negeri.

Faktor pertama terkait dengan keselamatan negara dan bangsa dapat dilihat dalam peristiwa pemberontakan PRRI dan juga Operasi Trikora.

Sedangkan dalam melaksanakan tugas internasional, dapat dilihat dalam pengiriman-pengiriman Pasukan TNI sebagai penjaga perdamaian ke negara yang sedang konflik.

Dalam operasi militer menghadapi PRRI di akhir tahun 1950, TNI melakukan hubungan luar negeri terbatas dengan potensi asing tertentu. Dalam hal ini, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution menamai sebagai Diplomasi TNI dan sering dilontarkan di kalangan TNI Angkatan Darat.

Pada masa pemberontakan PRRI, TNI Angkatan Darat melakukan diplomasi secara langsung dengan pihak-pihak luar negeri dan tanpa sepengetahuan Menteri Luar Negeri Subandrio, namun dengan sepengetahuan dan izin dari Perdana Menteri H. Djuanda.

Dalam masa pemberontakan PRRI juga, pelaksanaan politik luar negeri memiliki tiga aspek yaitu militer, politik, dan ekonomi.

Amerika Serikat yang pada saat itu membantu pemberontakan PRRI memiliki asumsi, bahwa Indonesia dan TNI mulai berpihak ke Blok Timur, dan mereka membantu pemberontakan secara politik dan militer.

Peran TNI dalam politik luar negeri Indonesia juga tampak pada saat memperjuangkan pembebasan Irian Barat. Setelah diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 membuat masalah Irian Barat menjadi menggantung selama sepuluh tahun lamanya dan pada intinya, Belanda masih ingin mempertahankan Irian Barat sebagai bagian dari negaranya.

Hal ini juga didukung atas dukungan dari Australia dengan pertimbangan politik dan keamanan. Selain itu, pada tanggal 19 Februari 1952, terbukti Belanda telah memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaannya yang disetujui oleh parlemen dan diatur dalam konstitusinya.

Akibat permasalahan Irian Barat, dan tidak mendapat respon yang positif dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indoesia pada tahun 1957 membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat untuk persiapan merebut Irian Barat ke pangkuan negara Indonesia.

Pada tanggal 16 Agustus 1960, Indonesia secara resmi memutus hubungan diplomatik dengan Belanda sebagai bentuk protes terkait masalah Irian Barat.

Tinggalkan Balasan