Menyoal Modus Pecah Lelang Proyek di DPRD Jabar

Prof Cecep menyarankan agar permasalahan itu bisa tuntas maka perlu diterjunkan auditor. Pihak yang berperan melakukan audit juga banyak, ada dari internal seperti inspektorat ataupun dari eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Lebih baik terjunkan auditor. Melihat dari sisi proses ataupun hasilnya,” imbuhnya.

Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Arlan Siddha menambahkan, negara dalam hal ini pemerintah pusat membuat aturan yang jelas terkait pelaksanaan pengadaan barang atau jasa tentu memiliki maksud. Salah satunya adalah mencegah adanya kebocoran anggaran. “Aturan sudah jelas, itu juga untuk mencegah kebocoran anggaran. Negara melindungi dari hal-hal yang menyeleweng,” tuturnya.

Arlan berpendapat, temuan BPK itu terbilang logis karena telah membaca sesuatu yang menyimpang dari yang telah ditetapkan oleh negara. “Temuan BPK itukan sifatnya konfirmatif. Jadi nanti DPRD (Sekwan.red) akan konfirmasi ke BPK juga,” imbuhnya.

Menurut Arlan, agar kondisi serupa tak terulang maka semua pihak harus kembali kepada aturan yang berlaku. “Kalau dari awal harus lelang ya tidak ada cara lain. Harus mengikuti aturan,” tegasnya.

Pecah Lelang Bisa Mengarah ke Motif Korupsi

Pengamat dan Praktisi Hukum Fidelis Giawa turut merespons polemik proyek pemeliharaan gedung dan bangunan Kantor DPRD Jabar. Menurutnya, pemecahan paket proyek lelang menjadi pengadaan langsung itu bisa mengarah ke motif korupsi.

Fidelis mengungkapkan, pelaksanaan proyek di instansi pemerintahaan sudah memiliki aturan yang jelas. Misalnya mengacu pada Peraturan Presiden No 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Baran dan Jasa Pemerintah. “Tidak bisa ditafsirkan lain bahwa pemecahan paket proyek senilai 1,174 milyar rupiah tersebut adalah motif korupsi,” katanya.

Fidelis melanjutkan, pasal 20 Perpres 16 tahun 2018 juga mempertegas larangan terkait pemecahan paket lelang. Yakni, dalam pemaketan pengadaan barang atau jasa dilarang memecah pengadaan barang atau jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari tender atau seleksi. “Sekalipun sudah ada pengembalian kelebihan bayar, bukan berarti bahwa unsur pidananya menjadi hilang. Yang ada muatan delik pidananya adalah tindakan memecah paket,” jelas pria yang juga bagian dari Peradi Kota Bandung itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan