JABAR EKSPRES – Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Titi Anggraini turut mengkritisi, karena putusan itu menimbulkan banyak spekulasi yang tidak hanya dipicu dari isi putusan tetapi juga dinamika internal antara para hakim.
“Ada dinamika internal antara para hakim yang kemudian tidak hanya berada pada lingkup kelembagaan mereka, tetapi juga di bawa keluar melalui pendapat yang secara terbuka disampaikan dalam putusan berupa disenting opinion oleh para hakim,” kata Titi Anggraini.
Menurutnya, justru para hakim yang membuat putusan tersebut menjadi kontroversial dan menciptakan spekulasi.
Dia pribadi memandang bahwa dari sisi substansi sebenanyanya kalau diputus secara konsisten merupakan sebuah terobosan yang baik bagi praktik pemilu dan demokrasi Indonesia. Karena itu membuka ruang keterlibatan orang muda yang lebih luas.
BACA JUGA: Almas Tsaqibbirru Ungkap Alasan Dirinya Kirim Gugatan Usia Capres/Cawapres, Timses Gibran?
“Tetapi yang menjadi masalah adalah putusan tersebut diputus secara sembrono dan sangat terbuka memperlihatkan inkonsestansi hakim putusan yang pada dasarnya secara substansi merupakan pandangan,” ujarnya.
Dia menilai, putusan MK ini menjadi tendensi politisi tinggi karena pada putusan perkara yang diajukan PSI, MK pada dasarnya menolak.
Dengan komposisi 7 hakim menolak dan satu menyatakan itu tidak memenuhi legal standing dan satu dicenting opinion menyatakan bahwa bisa dikabulkan dan bisa ada pengecualian untuk yang pernah menjadi pejabat negara melalui pemilihan langsung baik melalui pemilu maupun pilkada.
“Tetapi masalahnya adalah pendapat itu kemudian secara cepat dalam hitungan hari menjadi pendapat yang diadopsi oleh mayoritas hakim lain. Dalam hal ini bertambah menjadi tiga hakim dengan tambahan dua tambahan hakim lain mengecualikan untuk bagi yang pernah jadi kepala daerah. Jadi, disitu terlihat bahwa kepentingan politis atau bergesernya pertimbangan hukum karena pengaruh aspek politis anasir-anasir politik praktis itu menjadi sangat muncul. Dan dicenting opinion Saldi Isra ataupun Arif Hidayat memperteguh itu,” ujarnya.
Sehingga terlihat bahwa dari sisi substansi bermasalah karena memperlihatkan pertimbangan hukum yang tidak solid dan sembrono dalam pengubahan pendirian hakim antara putusan 29 dan putusan 90. Di sisi lain juga memperlihatkan ada masalah internal yang kuat di dalam kelembagaan MK.