Kebakaran Hutan dan Lahan Melanda Jambi: 229 Hektar Terbakar, Monopoli Air Diduga Jadi Penyebab Utama

JABAR EKSPRES – Dalam laporan terbaru, Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Provinsi Jambi mengungkapkan bahwa selama tahun 2023 ini, wilayah mereka telah terdampak oleh kebakaran hutan dan lahan seluas 229,54 hektare. Dansatgas Karhutla Provinsi Jambi, Brigadir Jenderal TNI Supriono, menegaskan bahwa mayoritas kebakaran ini dipicu oleh tindakan masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar hutan.

“Penyebab utamanya adalah tindakan klasik di mana masyarakat masih sering membuka lahan dengan membakar,” ungkapnya pada hari Jumat (18/8).

Dalam rincian lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa sebagian besar lahan yang terbakar berada di Kabupaten Batanghari dengan luas 111,14 hektare. Sementara itu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur juga terdampak, dengan luas lahan terbakar mencapai 4,80 hektare.

Baca Juga: MUI Desak Oklin Fia Klarifikasi dan Minta Maaf

Supriono menambahkan bahwa pihaknya telah secara rutin melakukan sosialisasi dan peringatan mengenai risiko kebakaran dan pembakaran hutan kepada masyarakat. Namun, apabila peringatan ini diabaikan, Satgas akan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.

“Apabila sosialisasi tidak mengubah perilaku, kami dari kepolisian akan bertindak tegas,” tandas Supriono.

Namun, Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Jambi, organisasi lingkungan setempat, telah mengungkapkan dugaan penyebab lain di balik wabah kebakaran ini. Mereka mengklaim bahwa monopoli air melalui pembangunan kanal telah menjadi pemicu kebakaran hutan dan lahan. Data menunjukkan bahwa terdapat 27 perusahaan di Jambi yang diduga terlibat dalam monopoli air tersebut.

Dwi Nanto, Manajer Analisis dan Pembelaan Hukum dari Walhi Jambi, menjelaskan bahwa terdapat kawasan hidrologi gambut (KHG) seluas 904.424 hektare dengan 14 titik di Jambi. Sayangnya, sekitar 60 persen dari kawasan tersebut dikuasai oleh perusahaan dengan pengelolaan yang tidak mempertimbangkan kelestarian ekosistem gambut.

Baca Juga: Erick Thohir Tegaskan, Indonesia Siap Jadi Tuan Rumah Piala Dunia Basket 2023

“Ini merupakan hasil dari izin budi daya berupa perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Kerusakan gambut ini terutama terjadi di wilayah yang memiliki izin tersebut,” ungkapnya dalam konferensi pers pada Jumat (18/8).

Perusahaan-perusahaan tersebut, menurut Dwi, telah membangun kanal untuk mengelola perkebunan kelapa sawit dan hutan industri mereka. Ketika musim kemarau tiba, kanal ini diblokir untuk mengatur pasokan air guna mengatasi kebakaran tanaman. Sementara saat musim hujan, kanal berfungsi untuk mengeluarkan air yang berendap di lahan gambut agar tidak membanjiri tanaman perusahaan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan