Melindungi dan Melayani, Siapa?

Pada putusan kasasi, penggugat (keluarga Muller) dinyatakan tidak berhak mengalihkan ataupun mengoperkan objek sengketa kepada PT Dago Intigraha dan mempersengketakan objek yang statusnya sudah dikuasai negara.

Gugatan keluarga Muller dikalahkan oleh Kasasi di Mahkamah Agung (2020). Kalah di tingkat kasasi, keluarga Muller melanjutkan ke Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung pada 2022.

Keganjilan muncul dari putusan hakim PK MA yang dipimpin oleh Ketua Majelis Nurul Elmiyah, dan hakim anggota Maria Anna Samiyati, Pri Pambudi Teguh, justru mengabulkan gugatan Muller CS. Padahal hakim di tingkat kasasi sudah menolak gugatan itu.

Putusan PK MA memerintahkan warga yang telah menghuni permukiman di kawasan Dago Elos, untuk segera mengosongkan lahan.

Namun warga Dago Elos dan solidaritas tidak berhenti melawan. Mereka menemukan dugaan penipuan yang telah dilakukan oleh Muller CS.

Maka dari itu, Senin pagi kemarin warga melaporkan kasus dugaan penipuan tersebut kepada Polrestabes Bandung. Namun laporan mereka enggan diterima oleh Kasat Reskim.

Lalu Senin malamnya, kaos pecah di Dago setelah warga tidak mendapat kejelasan status laporan mereka dari kepolisian.

Tindakan Aparat

Yang disayangkan pada kejadian ini adalah tindakan represif aparat terhadap masyarakat. Aparat terlalu dominan sehingga berani masuk ke pekarangan warga secara brutal. Hal itu terlihat pada CCTV ketika aparat memaksa masuk ke dalam rumah warga yang sedang beristirahat bahkan ironisnya pada saat itu sedang anak kecil yang sedang tertidur pulas.

Tindakan seperti ini seharusnya tidak terjadi karena seharusnya tugas aparat adalah melindungi dan melayani.

Tetapi, pada kasus Dago Elos kali ini pertanyaan itu harusnya diberikan kepada aparat yang melakukan tindakan represif seperti t-shirt band Seringai yang bertuliskan “melayani dan melindungi. Siapa? Hal ini sangat relevan dengan kejadian yang terjadi sekarang ini.

Bahkan, beberapa video di Twitter memperlihatkan bagaimana aparat menangangi massa secara tidak manusiawi.

Seakan tidak belajar pada tragedi Kanjuruhan Aparat seperti tidak takut jika peristiwa tersebut akan terulang.

Tindakan represif aparat ini juga terekam kamera pengawas milik Yeti. Dalam rekaman itu terlihat sejumlah aparat dengan seragam anti huru-hara dan membawa tameng menerobos masuk ke rumah Yeti tanpa izin. Dari rekaman itu tampak anak-anak bersama anggota keluarga lainnya saling meringkuk dan sesekali terdengar bentakan aparat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan