“Kami akan mengadopsi pendekatan analisis karbon unit. Misalnya, produk A saat ini menghasilkan 95 gram CO2 per km. Tahun depan, mereka merilis produk baru dengan emisi 75 gram per km. Kami akan memberikan insentif agar mereka dapat mencapai 40 gram per km, kemudian 30 gram per km, dan seterusnya,” sambungnya.
Riyanto, seorang pengamat otomotif dari LPEM Universitas Indonesia, menjelaskan dalam presentasinya bahwa mobil hibrida mampu mengurangi emisi karbon hingga 49 persen berdasarkan perhitungan dari tangki bensin ke knalpot.
Ini berarti dua mobil hibrida memiliki dampak emisi karbon yang setara dengan satu mobil listrik yang memiliki emisi karbon 0 persen.
Riyanto berpendapat bahwa insentif tambahan yang bisa di berikan untuk mobil hybrid termasuk diskon PKB dan BBNKB, masing-masing menjadi 7,5 persen dan 1,31 persen, sehingga total menjadi 8,81 persen.
Baca juga : Harga Suzuki RGR 150 yang Viral Setelah di Tunggangi Duta Sheila On 7
Selain itu, ia juga mengusulkan pemangkasan tarif PPnBM untuk mobil hibrida menjadi 0 persen atau setidaknya sebanding dengan tarif mobil ramah lingkungan berbiaya rendah (Low Cost Green Car/LCGC), yaitu 3 persen.
Riyanto menyatakan bahwa insentif-insentif atau subsidi baru tersebut berpotensi mengurangi harga mobil hybrid sekitar 8-11 persen.
“Saat ini, kendaraan listrik menerima insentif untuk PKB dan BBNKB. Saya pikir ini juga bisa di pertimbangkan untuk mobil hibrida, karena mereka mampu mengurangi emisi hingga 50 persen. Oleh karena itu, memberikan insentif tambahan kepada mobil hibrida adalah langkah yang layak.” ungkap Riyanto.